Page 154 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 154
Pengayaan Materi Sejarah
Dengan bimbingan Komisi Tiga Negara (KTN), pada Januari
1948 Indonesia dan Belanda menandatangani Perjanjian disebuah
kapal tentara milik AS, USS Renville. Perjanjian itu dikenal dengan
perjanian Renville yang dijadikan patokan untuk perundingan
selanjutnya. Namun, dalam perundingan ini terjadi perbedaan yang
sangat tajam antara pihak Belanda dan pihak RI. Perbedaan ini terkait
pembentukan pemerinthan interim (sementara) sebelum Negara
Indonesia Serikat dibentuk. Adapun yang menjadi pokok masalah
yakni pasal 1 dari “Enam pasal tambahan” yang dirumuskan oleh
KTN tersebut, sebagai berikut:
“Kedaulatan di seluruh Hindia Belanda ada dan tetap di tangan
kerajaan Belanda sehingga setelah suatu tenggang waktu Kerajaan
menyerahkan kedaulatannya kepada Negara Indonesia Serikat.
Sebelum berakhirnya tenggang waktu itu Kerajaan Belanda berkenan
menyerahkan hak-hak, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab
tertentu kepada suatu pemerintahan federal sementara dari wilayah
yang akan menjadi Negara Indonesia Serikat itu. Negara Indonesia
Serikat yang akan dibentuk itu merupakan suatu negara yang
berdaulat dan merdeka yang bermitra dengan Kerajaan Belanda-
Indonesia (Uni) yang dikepalai raja Belanda. Status RI adalah sebagai
suatu negara dalam Negara Indonesia Serikat. 35
Dengan demikian, Persetujuan Renville merupakan
kemunduran dibandingkan dengan Persetujuan Linggajati yang
masih mengakui kekuasaan RI secara de facto atas Jawa, Madura,
dan Sumatra. Renville tidak lagi menyebut hal itu, bahkan status RI
menjadi sekedar “negara bagian” dalam Negara Indonesia Serikat
yang masih harus dibentuk. Permasahan status RI ini mencuat dalam
suatu rapat antara KTN dengan delegasi RI pada 13 Januari 1948
yakni tiga hari sebelum penandatanganan Perjanjian Renville. Dalam
rapat tersebut delegasi RI bertanya kepada KTN tentang status RI
selama masa pemerintahan Interim yang tidak jelas diatur dalam
pasal 1 dari “Enam pasal tambahan” tersebut. Delegasi RI
menyatakan dalam rapat itu bahwa RI tidak bisa disejajarkan dengan
negara-negara bagian yang diciptakan sejak 1946 tersebut. KTN
mencoba meyakinkan delegasi RI bahwa statusnya tidak berubah.
Frank Graham malah menyatakan “You are what you are”.
142