Page 155 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 155
Dalam perundingan-perundingan itu delegasi RI tetap
berpegang pendirian bahwa RI tidak sama dengan negara-negara
bagian lain dan statusnya seperti apa yang dikatakan Graham yakni
seperti sediakala sebelum adanya Perjanjian Renville. Oleh karena
kedua pihak tetap pada pedirian masing-masing, maka perundingan-
perundingan tidak dapat melangkah maju dan akhirnya malah
terhenti sama sekali. Sementara itu, setelah Perjanjian Renville
ditandatangani, keanggotaan KTN diganti. Wakil Australia Richard
Kirby diganti Thomas C. Critchley, wakil Amerika Serikat Frans
Graham diganti Court Dubois, dan wakil Belgia Paul van Zeeland
diganti Raymond Herremans.
Selanjutnya, untuk mengatasi kemacetan dalam perundingan
antara RI dan Belanda, maka Court Dubois (wakil Amerika Serikat
dalam KTN) mencoba memberi jalan keluar. Dalam hal ini Amerika
Serikat mulai menaruh perhatian khusus pada Indonesia dan
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan untuk membantu RI
dalam perjuangannya. Dalam hal ini, Amerika Serikat mengeluarkan
isyarat-isyarat bahwa Kabinet Hatta yang sejak akhir Februari 1948
menggantikan Kabinet Amir Syarifuddin, dianggap moderat dan
perlu didukung, terutama dalam melawan Komunisme di Indonesia.
Isyarat tersebut yang mendorong Dubois mengambil inisiatif
menyusun “working paper” yang dimaksud untuk dijadikan dasar
melanjutkan perundingan antara RI dan Belanda.
Usulan Dubois yang diumumkan pada 10 Juni 1948 berisi,
yakni:
“Agar Belanda mengakui RI sebagai pemerintah syah di Jawa dan
Sumatra, agar segera mengadakan peblisit di wilayah itu untuk
memilih sebuah dewan yang akan bertugas memilih presiden dan
membentuk pemerintah federal sementara yang akan menerima
kekuasaan dari Hindia Belanda dan RI”. 36
Konsep ini didukung oleh Thomas Critchley (wakil Autralia
dalam KTN), tetapi tidak dapat diterima oleh Raymon Herremans
(wakil Belgia dalam KTT) yang menganggap gagasan Dubois terlalu
memojokkan Belanda dan terlalu menguntungkan RI. Usul Dubois
dan-Chritchley itu ditolak keras oleh Belanda karena kedua wakil KTN
ini dianggap bertentangan dengan Perjanjian Renville, khususnya
pasal 1 dari “Enam pasal tambahan” yang nota bena dibuat KTN
143