Page 149 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 149
kemacetan dalam perundingan itu, terkait Pasal 2 dari rancangan
yang diajukan pihak Belanda dimana tercantum bahwa Negara
Indonesia Serikat yang akan dibentuk merupakan vrij staat (negara
merdeka). Sjahrir menyampaikan keberatan atas istilah tersebut dan
menghendaki agar istilah itu diganti menjadi souvereine staat
(negara berdaulat). Keinginan Sjahrir ditolak oleh delegasi Belanda.
Rapat diskors pukul 17.00 dan delegasi Belanda (kecuali
Schemerhorn) berangkat untuk menginap di kapal Blankerts yang
berlabuh di perairan Cirebon.
Rapat ke enam pada 12 November 1946 pun terjadi kemacetan
lagi, karena adanya perbedaan pendapat antara kedua delegasi
menyangkut masalah hak masyarakat tertentu untuk tidak
bergabung dengan Negara Indonesia Serikat, dan soal keinginan
Belanda agar NIS terdiri dari tiga negara bagian yakni NIT, RI
(Sumatera dan Jawa), dan Kalimantan. Pada saat makan siang di
“Rumah Sjahrir”, Schermerhorn duduk bersebelahan dengan
Presiden Soekarno. Ketika itu secara spontan, Schermerhorn bertanya
pada Presiden, “kapan kita bisa bertemu?” dan secara spontan
Presiden menjawab, “sore saja”.
Pada 13 November 1946 Sukarno mengundang delegasi
Belanda untuk makan malam, namun Sjahrir tidak hadir karena sakit
kepala dan meminta Amir Syarifudin dan Gani untuk menemani
delegasi tersebut. Kerangka umum yang diperdebatkan dengan
sengit dan berulang kali ditolak untuk kemungkinan persetujuan
Belanda-Indonesia sudah beredar sejak akhir 1945, yakni semacam
federasi; Republik mungkin terbatas pada Pulau Jawa dan Sumatra;
sisa bekas Hindia Belanda membentuk negara-negara Indonesia
merdeka yang berhubungan longgar dengan negeri Belanda. Pada
acara makan malam itu, tiba-tiba Sukarno memberikan pidato
singkat dengan cara yang “begitu positif”, sehingga perundingan
yang selama ini menyakitkan, mengecewakan, yang sia-sia
diusahakan Sjahrir selama berbulan-bulan, mencapai persetujuan
sementara di saat pencuci mulut hampir dihidangkan, maka lahirlah
rancangan yang kemudian terkenal dengan Persetujuan Linggajati.
Dalam pembicaraan dengan Sukarno tersebut telah terjadi
penggantian pada pasal 2 dari Rancangan, yang berbunyi
“Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik bekerja sama untuk
137