Page 145 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 145
Pemerintahan Sjahrir. Dalam situasi internal tersebut, Belanda
mengggunakan situasi itu sebagai peluang untuk melakukan tekanan
politik dengan menyelenggarakan Konferensi Malino pada 15 – 25 Juli
1946 di Sulawesi Selatan. Tujuan konferensi ini yakni membentuk
“negara-negara federal” di daerah-daerah yang baru diserahterimakan
oleh Inggris dan Australia kepada Belanda. Negara-negara federal
tersebut kelak dijadikan bandingan terhadap RI untuk memaksa RI agar
menerima bentuk federasi sebagaimana diusulkan oleh pihak Belanda.
Dalam hal ini, menurut Ide Anak Agung Gde Agung, Belanda
memiliki dua strategi atau dua ambisi besar, yakni: Pertama,
menghadang atau memperkecil peranan Republik dengan menyatakan,
kekuatan politik dan militer Republik hanya di Pulau jawa. Kedua,
mencari peluang dengan menciptakan negara-negara bagian (federal),
yang menurut Belanda, “dapat dipakai” sebagai perpanjangan tangan
dan sekaligus menandingi pemerintah RI. 26 Kedua strategi tersebut
terpaksa ditempuh Belanda sebagai akibat sulitnya menghadapi
penentangan tokoh-tokoh Republik di Yogyakarta dan Jakarta. Peluang-
peluang baru itu yakni Hindia Belanda ingin membentuk kekuatan
negara federal (serikat) yang berbasiskan Kalimantan, beberapa di
Sumatra, Jawa dan Madura, serta negara-negara federal terbesar, yakni
Timur Besar dan Negara Indonesia Timur.
Perundingan Indonesia-Belanda pun dimulai lagi pada awal
Oktober 1946 dengan “Komisi Jenderal” yang diangkat pemerintah
Belanda untuk memimpin perundingan. Ketua komisi adalah Profesor
Willem Schermerhorn, anggota Partai Buruh Belanda yang sebelumnya
memimpin gerakan bawah tanah anti-Nazi. Selama perang,
Schermerhorn juga menjadi Ketua Liaison Commission, badan
konsultatif yang mempertimbangkan perubahan di Hindia Belanda. Ia
datang ke Indonesia sebagai orang Belanda yang baru saja berhenti
sebagai perdana menteri, seorang dengan kekuasaan yang sedang
merosot, ia dan kelompoknya baru saja kalah dalam pemilihan umum
yang diselenggarakan pada Mei 1946 di negaranya. 27
Pada 7 Oktober 1946 sidang pleno pertama dari putaran
perundingan dimulai dengan delegasi Indonesia di bawah pimpinan
Perdana Menteri Sutan Sjahrir dengan anggotanya Mohammad Roem,
Soesanto Tirtoprodjo, dan Soedarsono, sedang Delegasi Belanda di
pimpin Profesor Willem Schermerhorn dan hadir anggota-anggota
Komisi Jenderal lainnya yakni Van Poll dan de Boer serta Letnan
133