Page 181 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 181

HUBUNGAN INDONESIA-JEPANG
                                          1945-1958

            Anak  anak  campuran  yang  ditawan  di  kamp  Australia  memang  tidak  ada
            kebebasan/   kesempatan  melakukan   hal  itu   dan   sudah   kehilangaan
            ondeerdaanshcap Belanda.
                    Tetapi  keinginannya  pulang  ke  tanah  air  sangat  keras  dan  mereka
            mendesak  terus  Misi  Militer  Belanda,  sehingga  akhirnya  pihak  Belanda
            menganggap kasus itu istimewa dan memberi kebijaksanaan pengecualian. Anak-
            anak  itu  dipulihkan  kembali  hak onderdaanschap-nya,  dan  Belanda  menyediakan
            kapal untuk repatriasi mereka ke Indonesia pada tahun 1947. Tetapi waktu itu ayah,
            Jepang asli, tidak boleh ikut ke Indonesia. Karena itu ada juga anak-anak yang tidak
            betah perpisahan dan terpaksa menutuskan tidak pulang.
                    Kapal  itu  yang  namanya  Cibadak,  juga  mengangkut  sebagian  mahasiswa
            Indonesia yang mengambil paspor Belanda dan pulang.  Kapal itu juga mengangkut
            pengantin  dari  Indonesia  yang  baru-baru  ini  kawin  dengan  orang  Jepang  dan
            dibawa  ke  Jepang  pada  tahun  sebelumnya  (1946),  tetapi  tidak  betah  dan
            menutuskan pulang.
                    Dengan demikian  Misi  Militer Belanda  berlaku  sebagai  badan  mengurus
            dan membantu urusan orang Indonesia yang ada di Jepang.

            II. Sub-periode kedua: Hubungan sebagai Negara Independen Penuh

            (1)  “Penyerahan Kedaulatan” dari Belanda

            Sesudah  perjuangan  selama  hampir  4  tahun,  Kerajaan  Belanda  akhirnya
            menyerahkan  kedaulatan  kepada  Republik  Indonesia  pada  Desember  1949.
            Sesudah  itu  Indonesia  membuka  kantor  perwakilannya  sendiri  (Indonesia  Seifu
            Daihyōbu) di Tokyo. Karena Jepang belum diberi kemerdekaan penuh pada saat itu,
            maka kantor perwakilan Indonesia itu dibuka untuk negosiasi, komunikasi dengan
            GHQ Tentara Sekutu tetapi bukan dengan pemerintah Jepang. Karena pemerintah
            Indonesia belum siap untuk kirim petugas ke Jepang, maka staf kantor itu untuk
            sementara  diisi  oleh  personil  dari  Misi  Militer  Belanda.  Pada  saat  itu  Perdana
            Menteri Hatta minta kepada pemerintah Belanda agar kantor Perwakilan Belanda
                                                                      5
            mewakili kepentingan Indonesia di beberapa negara termasuk Jepang.
                    Rupanya  RI  tidak  mempunyai  ide  untuk  mempergunakan  organisasi
            komunitas Indonesia yang sudah ada di Jepang sebagai kantor wakil pemerintah.
            Ada  arsip  Belanda  tertanggal  23  Desember,  1949  yang  menulis  bahwa  “Yogya
            (berarti pemerintah RI) tidak akan mengijinkan badan Indonesia berfungsi sebgai
            perwakilan  pemerintah  resmi”.   “Badan  Indonesia”  yang  dimaksudkan  di  sini
                                        6


                                             172
   176   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186