Page 28 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 28
HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH
keputusan-keputusan Volksradd dan lain sebagainya. Belum lagi surat kabar yang
terbit di Hindia Belanda antara lain Het Nieuws van den Dag; Bataviaasche
Nieuwsblad, De Locomotief. Dengan dukungan sumber literatur yang luas itu maka
wajar politik ekspansi Tanaka dapat dirancang dengan baik. Dengan begitu Jepang
telah mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai daerah-daerah yang
akan ditaklukkan. Maka sewaktu pasukan Jepang memasuki Jawa, kepala distrik
dan subdistrik menjadi heran dihubungi dengan bahasa Melayu yang lancar, dan
14
disebutkan nama mereka secara pribadi.
Jika umum diketahui tentang ungkapan terutama dalam kaitannya dengan
propaganda bahwa Jepang merupakan “saudara tua yang akan membebaskan
saudara muda (Indonesia) dari penjajahan Eropa”, Subardjo memperoleh
keterangan sebaliknya. Dalam suatu pembicaraan dengan Dr. Ichikawa, Kepala
Lembaga Kebudayaan Jepang (Nihon Bunka Renmei), Subardjo memperoleh kesan
bagaimana kebudayaan digunakan untuk tujuan merancang cita-cita Jepang
membangun “dunia masa depan”. Ichikawa seperti ingin menegaskan bahwa
“Jepang adalah bagian dari Asia, dan rakyat Asia harus sadar mengenai ikatan-
ikatan kebudayaan yang akan membawa kita saling pengertian yang baik”. Dalam
kaitan hubungan Jepang dengan Indonesia, Ichikawa melanjutkan, tidak hanya
secara kultural tetapi juga dalam kebangsaan. Jepang menganggap dirinya juga
sebagai bangsa Melayu. Setidaknya Jepang berasal dari bangsa campuran Melayu,
Mongol, dan Ainu. Begini kata Ichikawa sebagaimana yang ditulis Subardjo
“…cobalah mengunjungi Pulau Kyushu. Di sana banyak dilihat penduduk yang
berkulit hitam, ada pula yang berambut keriting. Orang-orang Indonesia
sesungguhnya adalah saudara tua kita (Jepang:sz), karena nenek moyang kita
datang dari Selatan”. Tetapi komentar Subardjo akan pengisahan Dr. Ichikawa
menarik juga..”saya sedikit meragukan keterangan Dr. Ichikawa. Mungkin ia
mempunyai maksud untuk mendapatkan rasa simpati terhadap Jepang dari para
pengunjung (Lembaga Kebudayaan Jepang:sz). Saya pikir ini sangat diplomatis .
15
Dalam metode sejarah, suatu prosedur kerja sejarawan memperoleh fakta,
(oto)biografi merupakan sumber yang termasuk kategori primer dalam arti
diperoleh dari tangan pertama—dalam hal ini Subardjo sebagai pelaku sekaligus
sebagai saksi dalam peristiwa tertentu. Sekedar keterangan tentang “apa”, “siapa”,
“di mana”, dan “bila”, yang dapat diperoleh, maka sumber biografi memberi kita
informasi di balik fakta, yakni “kesan” dan “penilaian” penulisnya. Meskipun
bersifat subyektif, namun justru di situlah terletak kekuatan (oto) biografi.
Pembaca diajak untuk memasuki cara berpikir dan pandangan subyek atas
peristiwa yang dialaminya. Dengan demikian sejarah semakin menemukan
19