Page 30 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 30
HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH
Sukarno di depan pengadilan Belanda 1930 “Indonesia Menggugat”
mengemukakan : “ ... tetapi imperialisme modern Asia baru kita lihat pada negeri
Jepang tempo akhir-akhir ini, imperialisme modern di Asia adalah suatu “barang
baru”, suatu unicum, suatu nieuwigheid; memang hanya negeri Jepang saja dari
negeri-negeri Asia yang sudah masuk ke dalam kapitalisme-modern itu. Kapitalisme
modern Jepang yang butuh akan minyak tanah dan arang batu, kapitalisme Jepang
yang juga membangkitkan tambahnya penduduk yang deras sekali sehingga
melahirkan nafsu mencari negeri-negeri emigrasi (sejak tahun 1834 Jepang turut
dalam balapan imperialisme, menduduki wilayah Tiongkok, Korea, dan Rusia
(Sakhalin). Kapitalisme modern Jepang itu membikin rakyat Jepang lupa akan
kesatriaannya dan menanamkan kuku-kuku cengkeramannya di Semenanjung
17
Sakhalin dan Korea dan Manchuria”.
Suatu gejala mencolok dalam sejarah Asia Timur di masa Perang Dunia
Pertama (1914—1918) adalah munculnya Jepang dalam bidang industri. Dalam
periode itu Jepang dengan cepat mengarahkan pandangannya ke Hindia Belanda
karena merupakan daerah yang bagus bagi kegiatan bisnis. Seiring dengan gejala
itu, maka arus masuk pendatang orang Jepang pun dimulai. Antara 1917—1927
populasi orang Jepang berfluktuasi. Latar belakang pekerjaan orang Jepang antara
lain di bidang-bidang: pertanian, pabrik, transportasi, pegawai negeri, dan bekerja
sendiri. Meskipun demikian, umumnya terjadi kecenderungan pertumbuhan yang
lambat. Sejak 1927 populasi orang Jepang menanjak dengan cepat. Perkembangan
selanjutnya mulai mendatar sampai pada 1931, meskipun meningkat 500 orang
setiap tahun. Setelah berpuncak pada 1933, jumlah orang Jepang mulai turun
seiring dengan krisis setelah Perang, ditandai dengan berkurangnya pekerja di
bidang perdagangan. Faktor yang melatarbelakangi gejala tersebut, karena pada
tahun itu pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Ordonansi Darurat tentang
Pembatasan Impor dan Ordonansi Darurat tentang Pembatasan Orang Asing.
Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah masuknya barang-barang Jepang dengan
harga murah, yang semakin luas mencakup bagian besar pasar-pasar di Hindia
18
Belanda .
Dalam artikelnya, Murayama memilah populasi orang Jepang di Hindia
Belanda dengan bidang pekerjaannya. Sumber data yang digunakan untuk
menggambarkan kegiatan orang Jepang adalah survey yang dikerjakan Konsulat
Jepang secara resmi di Batavia pada tahun 1912. Namun ditengarai dari catatan
kasar 1909 mengenai kedatangannya orang Jepang di Hindia Belanda. Kebanyakan
wanita Jepang sebagai pelacur sedangkan kebanyakan kaum pria Jepang bekerja di
sektor perikanan sebagai nelayan, khususnya penyelam untuk mendapatkan
21