Page 26 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 26

HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH



            Kwitang yang bernama Toko Okamura. Di toko itulah kami biasa membeli “barang-
            barang  bagus”  kami  seperti  pakaian,  alat  tulis-menulis  khususnya  pulpen  (merk
            Pilot  atau  Sailor,  tapi  tidak  ada  yang  merk  Soldier!)  dan,  yang  paling  saya  ingat:
            mainan anak-anak. Saya masih terkenang akan yang punya toko sebagai orang yang
            sopan santun dan selalu tersenyum, yang saya duga itulah “image” orang Jepang di
                                            9
            mata orang Indonesia pada waktu itu”.

            Ahmad Subarjo (1896—1978)

            Dalam  kaitan  dengan  Jepang,  Ahmad  Subarjo  seorang  tokoh  pergerakan
            kebangsaan  seangkatan  Hatta  dan  Sukarno,  tampaknya  perlu  diberi  tempat
            tersendiri.  Subarjo  kurang  lebih  setahun  tinggal  di  Jepang.  Kesan-kesannya
            mengenai Jepang, yang begitu mendalam ditulisnya dalam beberapa topik. Dilihat
            dari tahun lahirnya Subarjo beberapa tahun lebih tua dari kedua tokoh proklamator.
            Subarjo adalah sosok nasionalis yang dengan sadar dalam membangun hubungan
            antara  bangsa  Indonesia  dan  Jepang  dalam  kerangka  kesamaan  dengan  Pan
            Asianisme  yang  disponsori  Jepang.  Ide ini  dianggapnya  memudahkan perjuangan
            rakyat Indonesia dalam melepaskan diri dari kolonialisme Belanda. Berada cukup
            lama  di  Jepang  di  pertengahan  1930-an,  ketika  hubungan  Pemerintah  Hindia-
            Belanda  dan  Jepang  mulai  tegang,  Subarjo  sedikit  elite  nasional  Indonesia  yang
            banyak  menulis  tentang  Jepang.  Ia  bersikap  nonkooperasi  terhadap  pemerintah
            Hindia-Belanda, tapi yang menarik, seperti dikemukakan Goto, Subarjo luput dari
            penangkapan dan pembuangan  seperti  yang dialami  Sukarno,  Hatta,  Syahrir  dan
            lain-lain.    Mengikuti analisis Goto mengenai pembentukan jiwa Subarjo sehingga
            memiliki  prinsip  dan  pendapat  yang  “berpihak”  ke  Jepang  melalui  perjalanan
            spiritual yang sangat menyentuh yakni pada saat bergaul dengan Raden Ngabehi
            Wedyodipuro (tidak lain adalah Rajiman Wedyodiningrat), Sutatmo Suryokusumo,
            dan Cipto Mangunkusumo. Dari ketiga cendekiawan Jawa ini, Subardjo merasakan
            perlu  untuk  mengimbangi  pengetahuan  dari  Barat  dengan  pengetahuan  dengan
            aspek-aspek dari kebudayaan Timur, khususnya kebudayaan Jawa. Bagi Subardjo,
            kesadaran akan Eropa (rezim) dan Asia (penentang) dapat dianggap sebagai salah
            satu faktor sehingga mempunyai perhatian yang mendalam terhadap Jepang. Bagi
            Subardjo  lagi,  sebagaimana  dicatat  Goto,  Jepang  tidak  lain  adalah  Asia  dan
                                                                           10
            kemenangan Jepang dari Rusia dianggapnya sebagai “titik balik sejarah Asia”.
                    Akan halnya perjalanan dan kemudian pengalaman Subardjo yang pernah
            tinggal  di  Jepang  selama  kurang  lebih  satu  tahun,  Goto  melukiskan  secara
            mendalam  dengan  melihat  latar  dan  konteks  zamannya.    Merasa  sesak  dalam


                                                17
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31