Page 68 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 68

HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH



                          MENEMUKAN IDENTITAS MELALUI PROPAGANDA
                       SENI RUPA INDONESIA DI ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG

                                     Aminudin T.H. Siregar


            Dalam historiografi seni rupa Indonesia, dinamika seni yang terjadi di zaman Jepang
            hanyalah “periode transisi” kalau tidak dipandang sebelah mata. Miskinnya kajian
            dan publikasi mengenai seni pada masa ini membuat perkembangan seni setelah
            pendirian Persagi  (Persatuan  Ahli-ahli  Gambar  Indonesia) 1938  ini  seakan  kurang
            penting  dalam  membentuk  karakter  seniman  dan  karya  seni  rupa  yang  mereka
            hasilkan.  Selain  seni  rupa,  di  masa  yang  penuh  gejolak  ini  muncul  fenomena
            kebudayaan  yang  menarik.  Misalnya  hubungan  antara  produksi  visual  (iklan,
            karikatur, gambar, poster, fotografi) dan propaganda. Padahal hanya dalam tempo
            yang  relatif  singkat  Pemerintah  Militer  Jepang  di  Jawa  sesungguhnya  berhasil
            meluruskan arah yang pernah ditempuh pelukis-pelukis Persagi, yaitu menemukan
            “seni lukis Indonesia”. Sepanjang Maret 1942 – 17 Agustus 1945 melalui pameran,
            pelatihan,  dan  fasilitas  kerja,  Jepang  telah  membangkitkan  kepercayaan  diri
            seniman.  Medan  seni  maju  pesat  dibandingkan  masa  sebelumnya  dalam
            merumuskan  identitas  seni  rupa  Indonesia  yang  bercorak  Timur  sekaligus
            “berbobot Asia”.
                    Tulisan  ini  hanyalah  sebuah  pengantar  untuk  mengarungi  kerumitan
            dinamika zaman yang pernah dinilai kritikus seni Trisno Sumardjo sekedar, “sebuah
            intermezzo dalam sejarah seni rupa Indonesia”.

            Beberapa Kelemahan Historiografi Seni Rupa

            Buku  Sejarah  Seni  Rupa  Indonesia  terbitan  Departemen  Pendidikan  dan
            Kebudayaan  Indonesia  (1979)  tidak  menyinggung-nyinggung  sama  sekali
            signifikansi  periode  Jepang.  Absennya  “periode”  ini  tentu  layak  dipertanyakan
            mengingat  buku  resmi  itu  adalah  buku  induk  yang  diterbitkan  negara  untuk
            pendidikan  seni  rupa.  Buku  lainnya  seperti  Indonesian  Modern  Art  and  Beyond
            karangan  Jim  Supangkat  (1997)  hanya  mengulas  secara  ringkas  situasi  seni  pada
            zaman itu. Supangkat misalnya mengatakan:

                    In  1943,  Keimin  Bunka  Shidoso  (the  Cultural  centre)  with  its
                    facilities  for  artistic  activities,  was  established.  The  painters  of


                                                59
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73