Page 70 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 70

HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH



                    Meskipun  kurang  berhasil  menggambarkan  dinamika  medan  seni,
            pembahasan cukup luas muncul dalam buku Perjalanan Seni Rupa Indonesia (1990-
            1991). Kusnadi, misalnya, mengakui bahwa, “arti jaman yang hanya sependek tiga
            setengah  tahun  saja  itu  ternyata  penting.  Baik  sebagai  penempaan  semangat
            bangsa dalam menyongsong kemerdekaan yang tidak boleh sampai tertunda-tunda
            lagi,  maupun  berperan  sebagai  pemusatan  usaha  di  bidang  kesenian  pada
            umumnya yang bertekad mendorong pertumbuhannya sebagai keseluruhannya.”
                                                                                4
            Berbeda dengan publikasi tersebut sebelumnya, di buku itu Kusnadi sekurangnya
            menyinggung  sedikit  peran  POETERA,  selain  Keimin  Bunka  Shidosho.  Ia  juga
            membahas  aktivitas  seniman  terutama  Affandi  dan  kemunculan  bintang  baru:
            Kartono Yudhokusumo. Sementara publikasi-publikasi lainnya belum menawarkan
            gambaran yang utuh.

            Gambaran Umum: Kebutuhan Propaganda

            Untuk melancarkan  pelaksanaan kebijakan mereka  di  wilayah  pendudukan  Jawa,
            pemerintahan  militer  Jepang  memberikan  perhatian  besar  kepada  upaya-upaya
            “menyita  perhatian  rakyat”  (minshin  ha’aku)  dan  “mengindoktrinasi  dan
            menjinakkan mereka” (senbu kôsaku). Mereka perlu memobilisasi seluruh elemen
            masyarakat  dan  mendorong  mentalitas  rakyat  Indonesia  agar  berjalan  seiring
            dengan ideologi Jepang membangun “lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur
            Raya” (the Greater East Asia co-prosperity sphere atau dai-to-a-kyoeiken). Mereka
            membayangkan  bahwa  orang  Indonesia  harus  sepenuhnya  diarahkan  ke  dalam
            tingkah  laku  dan  pola  pikir  Jepang.  Program  propaganda dirumuskan  sedemikian
            rupa  sehingga  efektif  mengindoktrinasi  rakyat.  Bisa  dikatakan  bahwa  sejak  awal
            pendudukan,  propaganda  merupakan  salah  satu  kewajiban  pokok  yang  paling
                                          5
            penting  bagi  pemerintahan  militer.  Oleh  karena  itu,  tidak  sulit  dibayangkan  bila
            kemudian  di  dalam  tubuh  pemerintahan  militer  tersebut  terdapat  sebuah  grup
            yang  kelak  diproyeksikan  sebagai  pengurus  organ  propaganda.  Keberadaan
                                              th
                                  6
                                                                                7
            Propaganda  Groups/Corps  di  dalam  16   Division  Imperial  Japanese  Army  (IJA)
            menunjukkan  bahwa  Jepang  sebenarnya  telah  merancang  persiapan  program
            propagandanya di Indonesia.
                    Propaganda  Groups/Corps  (Sendenhan)  atau  Culture  Corps  memiliki  11
            perwira, sekitar 100 prajurit dan 87 intelektual — bunka jin atau culture men yang
            terkena wajib militer (conscripted intellectuals). Sumber lain menyebut nama grup
            ini dengan “Tatakau Bunka-butai” (Fighting Culture Corps). Grup ini dipimpin oleh
            Kolonel Machida Keiji dengan anggota antara lain Ohya Soichi (kritikus-intelektual),


                                                61
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75