Page 83 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 83

MENEMUKAN IDENTITAS MELALUI PROPAGANDA
                       SENI RUPA INDONESIA DI ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG

                    Sumber utama untuk melihat bagaimana gambaran propaganda seni lukis
            pada  masa  ini  antara  lain  bisa  ditemukan  di  sejumlah  suratkabar  dan  majalah
            seperti Asia Raja, Tjahaja, Djawa Baroe, Pandji Poestaka, dan Keboedajaan Timoer.
            Repro lukisan Otto Djaya muncul beberapa kali di suratkabar Asia Raja. Di masa ini
            Otto  Djaya  sering  melukis  dengan  tema  serdadu  selain  gambaran  tentang  seni
            pertunjukkan  dan  tema  kerja  bakti.  Begitu  pula  Subanto  Suriosubandrio.
            Sementara  Hendra  Gunawan  dari  Keimin  Bunka  Shidosho  cabang  Bandung
            misalnya melukis propaganda dengan menyadur seruan Sukarno: “Jikakalau Liong
            Barongsai Tiongkok bekerja bersama-sama dengan Gajah Putih dari Siam dengan
            Lembu Nandi dari India dengan Sphinx dari Mesir dengan Banteng dari Indonesia
            dan  disinari  oleh  sinarnya  Matahari  Dai  Nippon  yang  gilang  gemilang  niscaya
            hancur  leburlah  tiap-tiap  imperealisme  dari  muka  bumi.”  Surat  kabar  Asia  Raja
            mengabarkan bahwa lukisan Hendra itu menghias ruang kantor Djawa Hokokai.
                                                                               25
            Laporan  dari  suratkabar  yang  sama  juga  memberitakan  Basuki  Abdullah  yang
            menghadiahi lukisan potret yang dipersembakan khusus kepada Saiko Sikikan.













                              Berita Basuki Abdullah melukis  Saiko Sikikan.
                                  Sumber: Koleksi Aminudin Siregar

                    Pameran  Meijisetsu  adalah  peringatan  Hari  Budaya  (Bunka  No  Hi)
            kerajaan  Jepang.  Keimin  Bunka  Shidosho  memilih  66  lukisan  dari  300-an  lukisan
            yang masuk dan menetapkan 5 pemenang. Lukisan Subanto Suriosubandrio Jam 12
            Di  Sawah  (1943)  yang  memenangkan  penghargaan  tertinggi  Saiko  Sikikan
            memperlihatkan seorang petani mereguk air dari sebotol kendi di tengah hari yang
            panas  terik.  Seorang  ibu  dengan  pakaian  compang-camping  menunduk  seakan




                                             74
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88