Page 87 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 87
MENEMUKAN IDENTITAS MELALUI PROPAGANDA
SENI RUPA INDONESIA DI ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG
dinilai tidak cukup membuahkan hasil maksimal, baik dari segi mutu (estetik)
maupun pengaruhnya dalam aspek kerohanian. Ditengarai pula bahwa pada zaman
Jepang seni di Indonesia tidak mempunyai pegangan dan pijakan yang kokoh:
Taraf intermezzo dimasukkan oleh penduduk balatentara Jepang
selama tiga-setengah tahun (1941-1945). Meskipun Pemerintah
Jepang banyak mengedepankan para seniman kita untuk
keperluan propaganda yang tentunya tidak jujur, dan meskipun
ada pergaulan antara pelukis-pelukis modern kedua bangsa,
namun waktu sependek itu sudah tentu tak ada pengaruh
keruhaniannya. Tapi penyelenggaraan seni rupa yang dilakukan
secara sistematis itu mempercepat berkembangnya tenaga-
tenaga yang pada zaman Persagi telah nampak usahanya, ialah:
Otto Djaya, Affandi, Basuki Resobowo, Hendra Gunawan, Kusnadi,
Barli, Sudjana Kerton, Mochtar Apin, Baharudin Marasutan,
Harjadi.S, Sularko, Moh.Hadi, Nyoman Ngendon, Henk Ngantung,
27
Kartono, dan lain-lain.
Sasaran kritik dari pengamat seni terhadap masa ini dialamatkan kepada
motif propaganda yang melayani kepentingan politik perang Jepang. Sastrawan M.
Balfas turut mengamati kontribusi pemerintah Jepang semasa menduduki
Indonesia. Dengan membandingkan zaman Jepang dengan zaman Belanda, Balfas
menyitir simpati Jepang dalam bentuk kesempatan dan penghargaan yang tinggi di
bidang seni:
Baru dengan masuknya tentara Jepang pelukis-pelukis itu
mendapat kesempatan dan penghargaan. Dengan maksud kurang
baik Jepang telah menggabungkan seluruh seniman Indonesia
dalam satu badan Pusat Kebudayaan. Tetapi walaupun demikian,
tidak dapat disangkal bahwa ia telah mendatangkan kebaikan
bagi seni lukis Indonesia. Kesempatan yang diberikan oleh
Pemerintah Jepang telah digunakan sebanyak-banyaknya oleh
Sudjojono yang mendapat atelier (studio, aths.), di mana ia
dengan leluasa dapat mendidik muridnya telah berhasil menjaga
kemerdekaan. Bantuan material Jepang telah membawa
kebaikan. Pelukis-pelukis yang tadinya tidak dikenal masyarakat
sekarang sering mengadakan steleng (pameran, aths.). Dengan
begini orang mulai berkenalan dengan barang-barang yang baru
dalam seni lukis. Berbagai-bagai aliran baru tampak dalam
steleng: Naturalisme, Impresionisme, Ekspresionisme… Sampai
masa itu Sudjojono kelihatan masih menguasai keadaan.”
28
78