Page 441 - BUKU PERDEBATAN PASAL 33 DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
P. 441
Susanto Polamolo
Elnino M. Husein Mohi
PERDEBATAN PASAL 33
DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
Kembalikan Frekuensi ke Negara
Sungguh, ketimbang memberikan kekuasaan negara
atas udara—dalam konteks artikel ini; frekuensi—kepada
perusahaan-perusahaan yang mayoritas modalnya dimiliki oleh
segelintir konglomerat, jauh lebih baik jika kekuasaan negara
terhadap frekuensi itu dikembalikan kepada negara, dalam hal
ini; Kementerian Komunikasi dan Informasi. Ini akan lebih adil dan
merata, lebih pro kepada diversity of ownership dan diversity of
content.
Kementrian Kominfo sendiri telah mengkaji soal ini,
dan membuat dua draft untuk pengelolaan dan pengaturan
frekuensi. Draft yang pertama adalah memberikan kepercayaan
kepada 7 calon multiplexer—yang kesemuanya adalah STASIUN
TV JAKARTA—untuk memegang frekuensi masing-masing
untuk seluruh wilayah/zona siar di Indonesia (setiap zona ada 6
multiplexer), lalu menyewakan beberapa channel (kanal) dalam
frekuensi yang mereka pegang itu kepada stasiun-stasiun TV
lainnya. Bisa dibayangkan betapa kayanya para pemilik ketujuh
stasiun TV itu! Dan tentu saja, betapa berpengaruhnya mereka.
Draft kedua adalah “menarik kembali” seluruh frekuensi
analog yang ada untuk dipegang secara tunggal oleh negara,
kemudian seluruh stasiun TV (Baik stasiun TV Jakarta maupun
Daerah) dianggap sama dan dapat menyewa kanal-kanal yang
ada—yang dipegang oleh negara—dalam setiap zona/wilayah
siar.
Tentu saja, demi keadilan, keragaman dan pemerataan,
dan demi pencapaian maksud pendirian negara ini—seperti telah
diurai di atas—kita mestinya memilih alternatif kedua. Kembalikan
frekuensi kepada negara! Itulah alternatif terbaik bagi bangsa
380

