Page 436 - BUKU PERDEBATAN PASAL 33 DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
P. 436
PASAL 33 DAN TANTANGANNYA
DI MASA DEPAN
pengelolaan itu kepada daerah maupun lembaga pemerintah
yang lebih kecil, jika benar-benar tidak dapat diatur secara
terpusat. Penguasaan negara itu hanya khusus pada “cabang
produksi yang penting” dan “menguasai hidup orang banyak”
dan pengaturannya harus “untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”. Dalam beberapa hal, pikiran Mubyarto itu sejalan
dengan Prof. Dawam Raharjo 173 yang menekankan pada perlunya
besar dalam perekonomian, tanpa harus mengatur segala-galanya. Nampaknya,
desentralisasi dalam kebijaksanaan dan pengambilan keputusan merupakan langkah yang
harus terus-menerus dikembangkan. Kuncinya adalah adanya kepercayaan kepada daerah-
daerah atau Para pejabat eselon bawah, untuk ikut berperan dan bertanggung jawab dalam
pengambilan keputusan. Perekonomian Indonesia terlalu besar untuk diatur semuanya dari
pusat. Regionalisasi atau rayonisasi dari berbagai kebijaksanaan, merupakan keharusan bagi
suksesnya program-program pembangunan.
Kebijaksanaan harus bersifat luwes untuk menampung perbedaan-perbedaan antar daerah, dan
antar kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda-beda dalam tahap kekuatan ekonomi,
dan dalam tahap perkembangannya.
173 Prof. Dawam Rahardjo memulai argumentasi dalam apa yang ditekankan oleh Bung Karno,
Pancasila mengandung dua aspek ideologi, yaitu Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi.
Dawam kemudian menukil Bung Hatta, yang pernah mengatakan bahwa demokrasi tidak
akan tercapai hingga kita melaksanakan demokrasi ekonomi yang tercermin dalam pasal-
pasal 23, 27 ayat 1, 33 dan 34 UUD 1945. Dalam istilah Indonesia, demokrasi ini disebut
sebagai “Kerakyatan” yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
musyawarah/perwakilan. Karena itu maka Demokrasi Ekonomi dapat dikatakan sebagai
“Ekonomi Kerakyatan” yang merupakan istilah baru yang muncul dalam artikel Prof. Sarbini
Sumawinata pada tahun 1985 di jurnal ilmiah Prisma. Demokrasi Ekonomi itu adalah istilah
yang menamai sistem ekonomi Indonesia. Dawam menjelaskan bahwa menurut Penjelasan
UUD 1945, Demokrasi Ekonomi itu tercermin pada pasal 33 UUD 1945 yang pengertiannya
adalah “produksi dikerjakan oleh semua orang di bawah pimpinan atau kepemilikan oleh
semua anggota masyarakat”, suatu paham kolektivisme atau menurut Bung Hatta, neo-
kolektivisme, yang mengakui pentingnya invidivualitas dalam kebersamaan, atau dengan
istilah baru yang diperkenalkan oleh Sr-Edi Swasono, mutualisme atau ukhuwah dalam
bahasa Islamnya, dimana “kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran
orang seorang”.
Sebab itu, maka “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Guna menjamin bahwa
kemakmuran itu dapat dinikmati oleh semua orang maka “cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup rakyat banyak harus dikuasai oleh
negara”. Dan “hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup rakyat banyak boleh ada
di tangan orang seorang”. Dengan demikian, sistem ekonomi itu didukung oleh tiga sektor,
375

