Page 435 - BUKU PERDEBATAN PASAL 33 DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
P. 435

Susanto Polamolo
            Elnino M. Husein Mohi
            PERDEBATAN PASAL 33
            DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945


                  Prof.TMubyartoTmerekomendasikan Tpendelegasian
                                                    172
               keseluruhan itu dalam bahasa hukum berarti suatu “janji” konstitusi kepada seluruh rakyat
               Indonesia, janji yang menghendaki adanya kesejahteraan sosial. Titik tekannya persis di situ;
               bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya diberikan “fungsi sosial”. Sebab,
               terusan kalimat di pasal itu menghendakinya demikian, yakni digunakan sebesar-besarnya
               untuk kemakmuran rakyat, tepat disitulah rakyat diberikan konstitusi “kekuatan hukum”.
               Dengan demikian, yang perlu digarisbawahi dari pandangan saya di atas adalah, negara
               diberikan konstitusi “kedudukan hukum”, dan rakyat diberikan konstitusi “kekuatan hukum”.
               Di situ, negara bertanggung jawab menyediakan keadilan, dan rakyat berhak menuntut apa
               yang menjadi hak konstitusionalnya.
            172  Sebagai penggiat utama Ekonomi Pancasila, Prof. Mubyarto memiliki sudut pandang yang
               luas saat perdebatan ekonomi ramai tumpah ruah dalam berbagai surat kabar saat itu (’79
               akhir-‘90an akhir). Perdebatan konsep Ekonomi Pancasila yang juga bersisian dengannya
               perdebatan seputar konsep “Widjojonomics vs Habibienomics”.
            Mubyarto dalam beberapa tulisan yang saya dokumentasikan, selalu menekankan bahwa pasal
               33 UUD 1945 merupakan patokan yuridis-konstitusional tentang bagaimana membangun
               sistem perekonomian Indonesia. Penekanannya ini sesuai dengan kesimpulan seminar
               tahun 1977 “Penjabaran Pasal 33”, adalah bahwa Pasal 33 UUD 1945 merupakan “politik
               ekonomi” Indonesia.
            Menurut Mubyarto, Pasal 33 UUD 1945 secara mendasar mengatur sistem ekonomi dan tidak
               secara langsung menggariskan politik ekonomi. Sistem ekonomi Indonesia harus merupakan
               sistem ekonomi Pancasila atau sistem ekonomi koperasi sudah digariskan oleh penjelasan
               pasal 2 dan tercantum secara jelas dalam Pasal 33 UUD 1945. Pasal inilah yang seyogyanya
               menjiwai para penentu kebijaksanaan dalam perumusan politik ekonomi, baik jangka pendek,
               menengah, maupun jangka panjang. Mubyarto menekankan, peranan negara yang besar
               dalam perekonomian, memang sudah seharusnya, karena UUD 1945 Pasal 33 (ayat 2 dan 3)
               secara meyakinkan mengamanatkan hal itu. Meskipun penguasaan oleh negara nampaknya
               cukup kuat dasar-dasar konstitusionalnya, namun dalam ketentuan UUD 1945 tersebut, tetap
               tercantum secara jelas pembatasan-pembatasannya, yaitu bahwa: 1. penguasaan oleh negara
               dilakukan karena cabang-cabang produksi tersebut menguasai hajat hidup orang banyak; dan
               2. penguasaan bumi, air dan kekayaan alam tersebut adalah untuk sebesar-besar kemakmuran
               rakyat. Di sini ternyata bahwa penguasaan oleh negara terhadap cabang-cabang produksi
               dan kekayaan alam tertentu bukanlah demi “penguasaan” itu sendiri, melainkan karena
               penguasaan itu dipandang menjamin perlindungan kepentingan orang banyak, dan demi
               kemakmuran rakyat secara maksimal.
            Framing yang ingin dibahas oleh Mubyarto jelas, yakni pada persoalan inefisiensi, pada persoalan
               monopoli dan oligopoli. Dalam hubungan inilah kita perlu menjaga agar peranan negara
               yang cenderung dominan dalam sistem Ekonomi Pancasila sesuai Pasal 33 UUD 1945, tidak
               menjadi “ekonomi peraturan” atau “ekonomi surat keputusan”. Ekonomi “surat keputusan”
               jelas bertentangan dengan jiwa dan makna ekonomi Pancasila yang paling fundamental,
               tegas Prof Mubyarto dalam berbagai tulisannya.
            Bagi Mubyarto Dalam ekonomi Pancasila, satu sumber legitimasi dari tindakan pengaturan
               dan pembatasan kebebasan usaha oleh negara, adalah adanya ekses-ekses praktek dan
               monopoli. Apabila ekses-ekses itu tidak ada, maka tidak ada alasan diadakannya peraturan-
               peraturan. Pengaturan tidak boleh bersumber pada keinginan dan selera birokrat untuk
               mengatur segala-galanya. Kunci dan semua ini, sekali lagi, ialah keseimbangan, keserasian
               dan keselarasan, antara individualitas dan sosialitas, antara otoaktivitas dan solidaritas sosial.
            Dengan demikian, dapat ditarik simpul pemikiran Mubyarto itu bahwa negara bisa berperanan


                                       374
   430   431   432   433   434   435   436   437   438   439   440