Page 433 - BUKU PERDEBATAN PASAL 33 DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
P. 433
Susanto Polamolo
Elnino M. Husein Mohi
PERDEBATAN PASAL 33
DALAM SIDANG AMANDEMEN UUD 1945
lagi dengan diberinya kebebasan kepada lembaga-lembaga
penyiaran berlangganan untuk merelay siaran-siaran TV luar
negeri—yang sering tanpa sensor sama sekali. KPI yang oleh
UU diharapkan dapat menjadi regulator penyiaran justru tidak
diberikan kewenangan itu.
Keadaan itu—hegemoni kepemilikan TV oleh segelintir
orang dan begitu bebasnya segala jenis konten bisa tersiar dan
masuk ke dalam rumah-rumah kita serta mengarahkan opini kita
semua—memberikan resiko besar kepada bangsa ini. Pendek,
segelintir pemilik TV-TV raksasa itulah yang akan menentukan
hitam-putih negara dan bangsa ini, jadinya.
Kuasa Negara
Pasal 33 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan,
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Ayat (3) menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Kata “dikuasai” di situ, sejauh yang terlihat, ditafsirkan oleh
sebagian orang bukan sebagai “dimiliki”. Kata “kuasa” dalam
UUD ini dimaknai sebagai “hak mengatur dan mengelola”. Jika
demikian pemaknaannya, maka frekuensi–yang saat ini penting
bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak–hakikatnya
tidak dimiliki oleh negara, hanya menjadi milik perorangan tetapi
sekadar dikelola dan diatur oleh negara.
UUD 1945 disusun di masa yang sama dengan pembacaan
teks proklamasi 17 Agustus 1945. Kata “kuasa” juga terdapat
dalam naskah Proklamasi Kemerdekaan RI yaitu pada kalimat
372

