Page 32 - MAJALAH 131
P. 32
anggaran
triliun. Sementara, untuk penerimaan
cukai mencapai Rp 88,9 triliun atau 61,0
persen dari target Rp 145,7 triliun, bea
masuk sebesar Rp 22,6 triliun atau 60,9
persen dari target Rp 37,2 triliun dan bea
keluar Rp3,8 triliun atau 32,8 persen dari
target Rp 12,1 triliun.
Pada Semester I, keterangan dari
Menkeu, diperkirakan shortfall (selisih
target dengan prediksi capaian) sebesar
Rp 122 triliun. Namun pada Oktober 2015
diperkirakan shortfall meningkat men-
jadi sekitar Rp 130 – 140 triliun.
TAX RATIO TAK TERCAPAI
Tax ratio Indonesia berangsur-ang-
sur meningkat pada periode 2010-2012,
namun mengalami penurunan di tahun
2013 dan 2014. Realisasi rasio peneri-
Beberapa faktor yang mempenga- sebesar Rp 1.366,9 triliun atau lebih maan pajak terhadap Produk Domestik
ruhi realisasi penerimaan perpajakan rendah Rp 122,2 triliun dari target dalam Bruto (tax ratio) tahun 2014 mencapai
adalah perlambatan ekonomi triwulan I APBN-P 2015. Meskipun demikian, 11,36 persen. Persentase ini menurun
2015. Selain itu, terjadi penurunan nilai dalam perkiraan realisasi tahun 2015, sebesar 0,50 persen bila dibandingkan
impor yang disebabkan beberapa fak- target penerimaan perpajakan menun- dengan tax ratio tahun 2013, yang sebe-
tor, yang diantaranya karena tingginya jukkan peningkatan sebesar 19,2 persen sar 11,86 persen.
biaya impor dan moderasi permintaan dari realisasi tahun sebelumnya. Tax ratio merupakan perbandingan
serta rendahnya harga komoditas dan Triwulan III 2015, data penerimaan antara jumlah penerimaan perpajakan
depresiasi kurs rupiah. Penerimaan bea perpajakan menunjukkan di angka Rp dibandingkan dengan PDB suatu nega-
keluar realisasinya masih rendah karena 800,9 triliun atau 53,8 persen yang ber- ra. Rasio itu dipergunakan untuk meni-
bea keluar dari kelapa sawit masih nol hasil direalisasikan oleh Pemerintah. lai tingkat kepatuhan pembayaran pajak
yang disebabkan penurunan threshold Dari realisasi tersebut, penerimaan PPh oleh masyarakat dalam suatu negara
atau ambang batas pengenaan kelapa migas telah mencapai Rp 39,7 triliun atau dan menjadi salah satu indikator keta-
sawit sekitar 20 persen menjadi antara 80,2 persen dari target Rp 49,5 triliun, hanan fiskal suatu negara.
US$ 500 sampai US$ 600 (dari semula PPh non migas Rp 357,8 triliun atau 56,8 Untuk tahun 2015, tax ratio dalam
US$ 750 per metrik ton). Bea keluar ma- persen dari target Rp 576,5 triliun dan APBN-P ditargetkan sebesar 12,53 per-
sih didukung ekspor tembaga oleh peru- Pajak Pertambahan Nilai Rp 271,7 triliun sen. Namun mengingat pencapaian real-
sahaan seperti Freeport dan Newmont. atau 41,7 persen dari target Rp 576,5 isasi penerimaan perpajakan yang baru
Rendahnya penerimaan perpajakan mencapai Rp 800,9 triliun
semester I APBN-P 2015 menjadi salah atau 53,8 persen dari tar-
satu faktor melebarnya defisit APBN 12,5 get yang ditetapkan, maka 12,5
menjadi Rp 76,4 triliun. Rendahnya re- besar kemungkinan tar-
alisasi pertumbuhan ekonomi pada 2012 get tax ratio juga tidak 2015
Semester I tahun 2015 membuat
Peme rintah merevisi
target penerimaan
perpajakan hingga 11,8 11,9
akhir tahun 2015
m en j ad i 2013
2011
11,3 TAX RATIO 11,4
INDONESIA, 2010-2015
2010 Sumber: LKPP, berbagai tahun dan UU APBNP 2015 2014
32 EDISI 131 TH. XLV, 2015