Page 32 - MAJALAH 100
P. 32
PENGAWASAN
ancaman pidananya Rp 1 miliar dan 10 tahun penjara.
Tapi rakyat tidak tahu, tidak pernah disosialisasikan.
“Yang disosialisasikan ayat tembakau yang hilang
melulu. Yang progresif revolusioner tidak disosiali-
sasikan,” ujarnya disambut tawa wartawan
Masih kata Ribka Tjiptaning, UU tentang Rumah Sakit
juga menegaskan bahwa RS tidak boleh menjadikan
sumber penerimaan asli daerah (PAD). Tapi dimana-
mana bahkan puskesmas saja diakal-akali dengan
kartu kuning lalu tarif Rp 8 sampai Rp 10 ribu.
Kemudian, kata Ribka, Jampersal saja yang seharusnya
gratis, ternyata juga ditarik iuran dengan dalih untuk
kebersihan.
dokter sama. Nanti pelayanan dikembalikan kepada
fungsi sosial bukan fungsi capital, sehingga cari uang Ribka Tjiptaning mengakui karut marutnya kesehat-
komersial disitu, tidak diperbolehkan,” ucap Surya. an di Indonesia membikin dirinya tidak bisa tidur.
“Saya menganggap, kalau masih ada satu orang
Semua negara kata anggota Komisi IX ini, sudah rakyat Indonesia ditolak rumah sakit, berarti masalah
mempraktekkan ini seperti Malaysia, Singapura kesehatan masih gagal,” ia menegaskan.
dan Thailand, Philipina. Di Asean Indonesia sudah
ketinggalan, bahkan kita mau disusul Timor Leste Sependapat dengan Ribka, Pengurus Harian YLKI
negara yang baru merdeka. Tulus Abadi menegaskan bahwa rakyat miskin sakit
adalah tanggungjawab negara. Dalam konstitusi hak-
Kurang sosialisasi hak dasar warga negara telah dijamin dengan sangat
kuat, seharusnya tidak ada orang Indonesia yang mati
Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning menegaskan,
Undang-undang tentang Kesehatan kurang disosiali- karena ditolak rumah sakit. Di negara-negara lain tidak
sasikan. Akibatnya pasien miskin selalu menjadi ada orang meninggal ditolak RS karena kemiskinannya.
kor ban termasuk masih banyaknya kasus pasien yang Namun ujarnya, ada persoalan sistemik dari hulu
ditolak rumah sakit. hingga hilir. Dari sisi hulu, paradigma dokter pen-
didikannya sangat mahal minimal Rp 250 juta, apalagi
Demikian ditegaskan Ribka pada acara Dialektika
Demokrasi yang mengambil tema “Rakyat Miskin spesialis bisa mencapai Rp 1 miliar. Dengan mahalnya
Siapa yang Bertanggungjawab” di Press Room DPR profesi kedokteran, tidak banyak dokter yang mau
Selain Ribka, hadir pula Pengurus Harian Yayasan ditempatkan di daerah. “Semua dokter inginnya
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. ditempatakan di kota-kota, apalagi dokter spesialis
maunya di kota-kota besar,” katanya.
Menurut Ribka, dalam peraturan perundang-
undangan semua sudah diatur dengan benar. Bahkan Akibatnya secara empiris ada jarak, semula profesi
UUD 45 pasal 28, menegaskan bahwa setiap warga kedokteran sebagai pendidikan kemanusiaan dengan
negara berhak mendapatkan pelayanan hidup sehat. jiwa menolong berubah menjadi bermotif ekonomi.
Kemudian pasal 34 menegaskan, negara artinya Karena modalnya besar lalu membuat jarak dengan
pemerintah pusat hingga daerah berkewajiban pasien miskin. Rumah Sakit sekarang juga menjadi
menyediakan fasilitas kesehatan untuk semua rakyat. lahan untuk mencari uang, malah diberi kewajiban
untuk mendulang pendapat asli daerah (PAD).
Lebih lanjut, kata politisi PDI Perjuangan ini
mengatakan, UU Kesehatan secara sangat progresif “Ini secara etika salah. RS dijadikan lahan untuk
revolusioner telah mengatur bahwa Rumah Sakit tidak men cari uang, berarti membisniskan orang sakit. Di
boleh menolak pasien, tidak boleh meminta uang di negara liberal seperti Jepang dan Amerika, tidak ada
depan, tidak boleh menjual beli darah dengan dalih orang sakit dibisniskan untuk mencari pendapatan RS
apapun. yang notabene RS pemerintah. Kalau tidak dihentikan
maka skema pembiayaan kesehatan apapun akan mati
Dalam UU ini juga telah diatur sanksi pidananya, suri, karena paradigma RS sudah keliru,” tandas Tulus
tapi selama ini tidak tersosialisasi. Baru menolak Abadi. (mp)
pasien saja, bisa dikenai sanksi Rp 200 juta dan
penjara dua tahun. Apalagi kalau penolakan itu
mengakibatkan kematian atau cacat permanen,
32 PARLEMENTARIA EDISI 100 TH. XLIII, 2013