Page 30 - MAJALAH 122
P. 30
PENGAWASAN
“Misalnya, Negara Finlandia tidak mengenal Ujian Na- diberikan terhadap peningkatan prestasi anak, dan
sional. Evaluasi itu kan tidak harus dilakukan selama dukungan terhadap sarana prasarana penyelenggaraan
enam bulan atau tiga bulan sekali. Evaluasi itu kan bisa pendidikan. Apalagi, dengan kondisi geografis Indone-
dilakukan kapan saja. Evaluasi yang efektif itu kan lang- sia yang merupakan negara kepulauan, nampak ter-
sung mengevalusi anak, apakah materi tersebut benar- lihat perbedaan kondisi pendidikan antar daerahnya.
benar dikuasai oleh anak. Misal, saat guru mengajar Diharapkan, hal itu dapat dipetakan melalui hasil UN
minggu ini, dia mengevaluasi materi minggu lalu, di si- juga.
tulah evaluasi yang efektif. Bagaimana membuat proses
pengajaran itu selalu up to date dan konstektual,” jelas “Kita tidak bisa melepas sebuah standarisasi ketika titik
Dadang. keberangkatnya tidak sama misalkan sarana prasarana,
guru, lingkungan belajar, saja sudah berbeda. Stan-
Ketika Mendikbud memastikan UN juga menjadi alat dardisasi haruslah sama, sehingga starting point-nya
pemetaan, Politisi Partai Hanura ini menggarisbawahi juga fair. Oleh karena itu mudah-mudahan dengan UN
dua hal utama yang perlu mendapat perhatian, yaitu sebagai fungsi pemetaan ini, dapat berdampak terha-
kebijakan terkait pendidikan dan kebijakan anggaran. dap prestasi pelajar, baik di Pulau Jawa maupun di luar
Sehingga, dengan konsep UN menjadi alat pemetaan Pulau Jawa,” harap Dadang.
ini, dapat diketahui bagaimana implementasi penye-
lenggaraan pendidikan. Banyak Faktor Penentu Hasil UN
“Yang perlu diperhatikan, kebijakan-kebijakan peme- Ketika UN ditetapkan bukan menjadi salah satu penen-
rintah yang berkenaan dengan pendidikan, seperti tu kelulusan anak didik, sempat muncul kekhawatiran,
bagaimana penempatan guru, pelatihan guru, dan lain- akan menurunkan semangat belajar anak. Bahkan, ada
nya, berdasarkan pada hasil pemetaan pada saat UN. kekhawatiran, sekolah akan “memainkan” angka stan-
Karena kita mengakui bahwa ada disparitas ada kesen- dar kelulusan, sehingga seluruh anak didiknya dapat
jangan antara satu daerah dengan daerah yang lainnya lulus dari UN dengan sempurna. Tentunya, kebijakan
terutama Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa,” jelasnya. mengenai UN ini jangan sampai membuat kinerja guru
termasuk semangat belajar anak didik itu menjadi
Kemudian, terkait dengan kebijakan anggaran, Dadang menurun, karena merasa tidak ada beban lagi.
menambahkan, sejauh mana dampak anggaran yang
TIDAK PERLU KUATIR SEKOLAH CURANG
Ujian Nasional (UN) yang ditetap- ran, karena selama ini UN diang- dak menjadi satu-satunya syarat
kan tidak menjadi salah satu syarat gap satu-satunya syarat kelulusan. kelulusan, si anak mungkin belajar
kelulusan, memiliki nilai plus, anak Dengan adanya kebijakan UN ti- lebih santai. Itu tidak boleh, karena
didik lebih tenang dan stres ke- bertentangan dengan revolusi men-
tika menghadapi ujian di akhir tal, dan mengurangi arti dari pada
masa studinya. UN pun tetap dapat pendidikan,” kata Sofyan, ketika di-
meng ukur kualitas kemampuan hubungi Parlementaria via telepon,
anak didik. Namun, di balik itu, beberapa waktu yang lalu.
muncul kekhawatiran, kebijakan ini
akan menurunkan semangat belajar Selain itu, tambah Politisi PDI-Per-
anak didik, karena mempersepsikan juangan ini, juga muncul kekha-
pasti bisa lulus UN. watiran kepada sekolah yang me-
nyelenggarakan UN. Mengingat,
Anggota Komisi X DPR RI Sofyan kelulusan UN anak akan ditentukan
Tan mengakui, kekhawatiran itu oleh sekolah. Dikhawatirkan, seko-
pun pasti dirasakan oleh orang tua. lah sesuka hati mengatur angka
Ia menilai, ini malah berbanding standard kelulusan, supaya anak di-
terbalik dari fungsi pendidikan, un- diknya bisa lulus semua. Namun di
tuk membangun generasi Indonesia satu sisi, ia yakin, hal ini bisa tetap
yang lebih baik ke depannya. dikendalikan. Sekolah yang melaku-
kan kecurangan bisa ditindak.
“Memang kita ada kekhawati-
30 PARLEMENTARIA EDISI 122 TH. XLV, 2015