Page 47 - MAJALAH 130
P. 47
aro ada Taro Gau merupakan ayah melihat penggusuran yang dialami masuk jurusan hukum dengan harapan
peribahasa Bugis yang berarti rakyat jelata. kelak akan menekuni bidang hukum un
satu kata satu perbuatan. Ya, Tak berlebihan jika kemudian peris tuk mampu mengambil peran yang lebih
konsistensi antara perbuatan tiwa demi peristiwa itu membentuk se besar dalam masyarakat, misalnya lewat
dengan perkataan itu menjadi prinsip buah penilaian dan harapan tersen diri pemberian bantuan hukum kepada ma
hidup yang diajarkan mendiang sang bagi Sarifuddin. Nuraninya tergugah syarakat yang mengalami penggusuran
ayah kepada Sarifuddin dan kesepuluh untuk ikut membela kaum papa yang atau berbagai kasus hukum lainnya,”
saudaranya. kerap termarjinalkan. jelasnya.
Begitupun ketika sang ayah mene Usai menyandang gelar sarjana hu
rapkan sejumlah kebijakan kepada pu AKTIVIS KAMPUS kum, sekitar tahun 1989, Sarif pun ber
traputrinya. Misalnya kewajiban sang Lulus dari SMAN 4 Ujung Pandang gabung dalam Lembaga Bantuan Hukum
anak untuk mengaji, belajar, sekolah, awalnya ia merasa sangsi bisa melan (LBH) Makassar sebagai pembela umum.
membantu pekerjaan di rumah sampai jutkan ke jenjang perguruan tinggi. Pa Disana Sarif bersama rekanrekannya
memberi makan bebekbebek. Jika salah salnya, sang ayah yang hanya berstatus memberikan bantuanbantuan hukum
satu putranya lalai menjalani kewajiban sebagai pegawai negeri dengan sebelas bagi masyarakat kecil dan lemah yang
nya, sang ayahpun tak segansegan anaknya tentu sangat sulit untuk mam mengalami ketidak adilan. Disini eksis
mencambuknya. Tidak kurang empat pu membiayai Sarifuddin yang meru tensi Sarifuddin terlihat sangat menon
kali cambukkan diterima Sarif sepan pakan anak ke enamnya. jol.
jang masa kecilnya. Keras memang jika
dirasakan ketika itu. Namun perlahan
ia mulai mendapati manfaat dari sikap
keras sang ayah selama ini. Salah sa
tunya membentuk pribadi yang disiplin,
tegas dan berani dalam kebenaran.
“Seingat saya mendapatkan empat
kali cambukan dari ayah saya dan ham
pir pingsan. Salah satunya ketika saya
tidak masuk sekolah karena hujan. Bia
sanya saya sekolah di SDN Salutubu di
Sulawesi Selatan dengan bersepeda.
Tapi karena hujan saya menunggu ken
daraan umum. Namun kendaraan yang
saya tunggu tidak juga datang (maklum
ketika itu alat transportasi umum masih
minim sekali. Karena kondisi sudah ter
lambat, maka saya putuskan untuk tidak
sekolah hari itu,” kisah Sarif begitu ia bi
asa disapa.
Tak dinyana, sekembalinya sang
ayah dari kantor dan mendapati Sarif di
rumah dan tidak ke sekolah,membuat Saat rapat Kerja Komisi III dengan Kapolri
murka ayahnya. Satu per satu cambukan “Kalau mengharapkan biaya orang Tidak puas hanya menyandang sar
pun langsung “melayang” ke tubuh Sarif. tua, darimana? Kami bukan dari ke jana hukum untuk membela kaum papa,
Seketika itu jua, tubuhnya pun meme luarga kaya, hanya pensiunan PNS,” aku Sarif memutuskan memperdalam ilmu
rah, lemah bahkan nyaris pingsan. Jera? putra ke enam pasangan Hj. Alanan dan hukumnya di pasca sarjana, Magister
Pasti. Namun lebih dari itu, menjadi Alm. Sudding. Hukum Tata Negara di kampus yang
‘cambuk’ baginya untuk mengutamakan Sejak awal masa perkuliahan sudah sama. Seiring dengan itu, karirnya pun
sekolah dan tidak mudah menyerah. “Itu terlihat jelas kepiawaiannya dalam du meningkat, ia lolos menjadi pengacara,
semua demi keberhasilan kalian di masa nia politik dan hukum. Ia pun aktif dalam sekaligus menduduki jabatan sebagai
depan,” tegas Sarif menirukan ungkapan beberapa organisasi kemahasiswaan dan Ketua Bidang Operasional Yayasan LBH
sang ayah ketika itu. kepemudaan. Salah satunya dalam him Makassar.
Sang ayah pun mencoba mengasah punan mahasiswa Islam di Ujung Pan Di tahun 1997 ia didaulat menjadi Di
jiwa sosial Sarif lewat realita sosial yang dang. rektur Perhimpunan Bantuan Hukum
terjadi di sekitarnya. Ia kerap diajak sang “Ya sejak awal saya memang ingin dan HAM (Hak Asasi Manusia) di Su
EDISI 130 TH. XLV, 2015 47

