Page 51 - MAJALAH 109
P. 51

hidup mandiri,” ucap Adjeng. Lagi­
                                                                                lagi ia mendapat pelajaran dari ke­
                                                                                hidupan. Fitnah yang mendera tak
                                                                                harus dibalas dengan fitnah dan
                                                                                kebencian. Ia hadapi semuanya de­
                                                                                ngan kesabaran dan doa.
                                                                                  Setelah menamatkan sarjana
                                                                                mudanya, Adjeng disunting oleh
                                                                                Lettu. Ir. Suharno yang sekarang
                                                                                berpangkat Mayjen TNI Dr. Ir. Su­
                                                                                harno, MM. Adjeng langsung terjun
                                                                                ke masyarakat dan membuka kursus
                                                                                keterampil an. Sempat pula mem­
                                                                                buka usaha properti dan makanan.
                                                                                Sarjana S1­nya sendiri baru dise­
                                                                                lesaikan pada tahun 1993, ketika
                                                                                ia sudah menikah dan punya satu
                                                                                anak. Dan yang patut diteladani dari
                                                                                sosok Adjeng, ia selalu menabung
            dari sungai Citarum. Dibawa ke      Keprihatinan Masa Kuliah        untuk merealisasikan cita­cita mu­
            sekolah untuk diberikan  kepada                                     lianya membangun yayasan yang
            guru sebagai pengganti uang. Pasir   Lulus SMA tahun 1980, Adjeng  diperuntukkan bagi orang­orang
            dan batu tersebut dikumpulkan oleh  melanjutkan studi S1 di Fakultas Hu­  miskin.
            guru untuk dijadikan bahan dasar  kum, Universitas Islam Nusantara
            bangunan atau dijual kembali.     (UNINUS), Bandung. Sementara S2     Terjun ke Panggung Politik
                                              hingga S3, ia selesaikan di Universi­
              Sejak duduk di kelas 1 sampai 3,  tas Negeri Jakarta (UNJ) yang dahulu   Membantu si miskin jadi kesehari­
            bangku kelas masih terisi penuh.  bernama IKIP Jakarta. Karena ada 15  annya. Peduli pada orang­orang
            Tapi, begitu naik ke kelas 4­6, bang­  bersaudara seayah dan seibu, apala­  terpinggirkan jadi komitmennya.
            ku kelas makin sepi ditinggal para  gi ayahnya pensiunan wedana, maka  Menolong tanpa pamrih jadi filoso­
            siswa perempuan. Adjeng merasa  anak perempuan di rumahnya hanya  finya. Begitulah potret pendiri Yaya-
            kehilangan teman­teman seko­      mendapat biaya kuliah hingga sar­  san Adjeng Suharno ini. Kenangan
            lahnya. Ternyata, para siswa perem­  jana muda. Sedangkan anak laki­laki  masa kecil menyaksikan kegetiran
            puan kelas 6 banyak yang menikah.  bisa kuliah hingga sarjana penuh.   hidup kaum dhuafa, menemukan
            Padahal, para siswa yang menikah                                    momentumnya. Saatnya melakukan
            itu tergolong pintar di sekolahnya.   Begitulah kebijakan ayahnya,  aksi nyata bagi orang­orang yang
            “Saya suka berpikir, kelak kalau su­  seorang pensiunan wedana yang  ingin ia bantu.
            dah besar  saya  ingin  membantu  sangat jujur. Di tengah himpitan
            orang­orang kecil. Teman­teman  biaya kuliah itu, Adjeng sering di­   Jauh sebelum menjadi politisi,
            saya yang pinter itu pada hilang,  am­diam berdagang di beberapa  Adjeng sudah banyak berbuat bagi
            karena dinikahkan,” ceritanya, me­  SMA untuk menutupi biaya kuliah.  si miskin. Uniknya, setiap kali mem­
            ngenang masa SD.                  Padahal, saat itu lingkungan ke­  beri bantuan, ia tak perlu kenal siapa
                                              luarganya berpandangan bahwa  dan di mana ia memberi. Semuanya
              Melihat realitas di sekolahnya itu,  menjadi pegawai atau pekerja lebih  dilakukan dengan spontanitas tanpa
            empati selalu tumbuh, ingin mem­  dihargai daripada menjadi peda­   interaksi. Saat berada di jalan raya,
            bantu teman­teman sekolahnya  gang. Dalam perjalanan menuntas­      ia bagikan sembako lalu pergi. Saat
            yang miskin. Selepas SD, Adjeng  kan kuliah sarjana mudanya, Adjeng  berada di pasar, ia bagikan beras
            kecil lalu melanjutkan ke SMP Mu­  kerap rebutan biaya kuliah dengan  lalu pergi. Saat bertemu tukang be­
            hammadiyah. Jaraknya 5 km dari  saudara­saudaranya. Di masa ini, ia  cak, ia bagikan uang lalu pergi.
            rumah.  Di SMP Muhammadiyah,  menghadapi liku­liku perjuangan
            Adjeng lebih intens belajar agama.  yang berat, bahkan fitnah.        “Saat membagi uang, saya disem­
            Pelajaran favoritnya adalah PMP dan                                 bah­sembah tukang becak. Seha­
            ekonomi. Lulus dari SMP, Adjeng     Pengalaman masa kuliah yang  bis ngebagi, saya langsung kabur,”
            melanjutkan ke SMA Negeri Baleen­  memprihatinkan, membuatnya sa­   cerita mantan anggota Dewan Pakar
            dah, Bandung.                     ngat toleran dan berbelas kasih  ICMI Jabar itu. Jauh sebelum ada
                                              pada orang­orang kecil. “Saya se­  program BOS, Adjeng juga sudah
                                              lalu ikhlas menghadapi fitnah. Dari  memberikan dana bantuan ke setiap
                                              kejadian itu, saya semakin berusaha  SD sebesar Rp1 juta.


                                                                             PARLEMENTARIA  EDISI 109 TH. XLIV, 2014  51
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56