Page 27 - MAJALAH 112
P. 27
Oleh: Dr. Gun Gun Heryanto
*Penulis adalah Direktur Eksekutif The
Political Literacy Institute dan Dosen
Komunikasi Politik UIN Jakarta.
Jangan sampai para penyelenggara pemilu berubah Jika melihat konfigurasi kekuatan hasil Pemilu Legislatif
fungsi menjadi tukang pemenangan para kontestan. nampaknya masih mungkin adanya 3 hingga 4 pasangan
Media massa harus menjaga marwahnya sebagai entitas capres/cawapres. Pertama pasangan yang berporos di PDI-
publik yang konstruktif. Jangan menjadi “kompor” konflik Perjuangan dengan menjadikan Jokowi sebagai capresnya.
antar kekuatan di masyarakat. Jurnalisme bisa menjadi Koalisi yang mungkin terbentuk adalah PDI-Perjuangan,
‘oase’ penting bagi pemilu damai. Media tetap harus kritis Nasdem dan PKB. Dengan diusung tiga partai ini modal
menyoroti berbagai praktik penyimpangan tanpa terjebak dukungan sudah 33,16 % dan sudah melampaui syarat
pada dramatisasi fakta, terlebih penyalahgunaan kuasa presidential threshold 25 % suara sah nasional atau 20 %
media (abuse of power). Masyarakat harus bersikap tenang kursi DPR. Kedua, poros Gerindra dengan Prabowo sebagai
dalam menanggapi setiap manuver partai atau caleg.Usai capresnya. Jika melihat kecenderungannya Gerindra
pencoblosan biasanya menjadi fase turbulensi bagi kaum menghendaki adanya koalisi “tenda besar” artinya skenario
elite petarung dan kerap melibatkan masyarakat tak hanya bloacking party untuk mengusungnya. Tentu, Prabowo
di level perbincangan publik melainkan juga di berbagai harus memastikan dukungan partai-partai papan tengah.
aksi dukung mendukung. Butuh pikiran jernih, untuk PPP dan PKS disebut-sebut dekat dengan poros in. Jika
memosisikan diri secara tepat, sehingga rakyat juga bisa pun koalisi hanya melibatkan tiga partai ini, Prabowo
menjaga martabatnya sebagai pemilik kedaulatan. sudah mengantongi dukungan 25,92 %. Poros ketiga
yakni Golkar dengan Aburizal Bakrie sebagai capresnya.
Model Konsensus Sangat mungkin Golkar berkoalisi dengan Hanura, PAN,
Demokrat. Jika skenario ini yang ditempuh maka akan
Pemilu 2014, seperti halnya juga pemilu-pemilu ada kurang lebih 38 % modal dukungan. Tapi skema ini
sebelumnya pasca reformasi tak menghasilkan satu partai masih sangat cair dan sangat mungkin berubah. Misalnya
dominan. Jika merujuk pada hasil perhitungan cepat (quick bisa saja Demokrat menginisiasi komunikasi politik sendiri
count) Lembaga Survei Nasional dan Lembaga Klimatologi dengan merangkul partai-partai Islam seperti PAN, PKS,
Politik (LSN-LKP) PDI-Perjuangan memperoleh 19, 53 %, PPP untuk berkoalisi partai Islam plus dan mengusung
disusul Partai Golkar 14,42 %, Gerindra 11,71 %, Demokrat capres/cawapres sendiri.
10,55 %, PKB 8,23 %, PAN 7,92 %, PKS 7,31 %, PPP 6,99
%, Nasdem 5,4 %, PPP 6,9 % dan Hanura 5,37 %. Tentu Membaca manuver koalisi ini ada dua perspektif yang
angka tersebut bukan angka resmi KPU, tetapi biasanya bisa digunakan. Pertama perspektif elite, yang sering
hasil hitung cepat presisis menggambarkan perolehan disebut sebagai pendekatan opportunity structure. Ada
suara nyatanya. Jika pun berbeda biasaya tak terlalu jauh tiga variabel yang lazimnya dipertimbangkan yakni
antara 1-2 persen saja. probabilistik peningkatan suara dengan menghitung
skema koalisi yang diharapkan bisa memberi insentif
Dari konfigurasi perolehan suara nampak jelas elektoral. Variabel keuntungan dalam orientasi kekuasaan
keniscayaan koalisi partai politik untuk mengusung capres/ jika koalisi mereka sukses berkuasa (benefit of office). Yang
cawapres maupun saat akan membentuk pemerintahan. terakhir variabel biaya kontestasi (cost of entry) terutama
Tulisan Arend Lijhart Patterns of Democracy: Government dalam proses pertarungan Pilpres mendatang. Kedua,
Forms and Performance in Thirty-Six Countries (1999) perspektif masyarakat yang mengharapkan koalisi yang
menyebutkan dalam masyarakat majemuk yang tidak dibangun para elite merupakan koalisi sederhana tapi
ada partai dominannya, cenderung akan menggunakan efektif dan berorientasi rakyat.**
demokrasi model konsensus. Koalisi untuk membangun
pemerintahan, merupakan bagian dari konsensus tersebut.
PARLEMENTARIA EDISI 112 TH. XLIV, 2014 27