Page 54 - MAJALAH 127
P. 54

Heri membuka surat itu dengan     Kuspandi pemilik Koran Bernas di
                                           perlahan, seraya agak cemas. Ter-  Jl. Mangkubumi.
                                           tegun dan terkejut. Bagaimana
                                           tidak terkejut, kata “Tidak Kem-  Kuspandi sendiri adalah kolega
                                           bali” dalam surat yang dibaca Heri   ayahnya di sebuah organisasi sosi-
                                           dicoret dan mengosongkan kata     al bernama Rotary Club. Ada Bimo,
                                            “Kembali”. Itu berarti diperintah-  anak Pak Kuspandi yang dikenal
                                            kan pulang, karena tidak diterima   Heri saat aktif di Rotaract Club
                                            sebagai taruna AKMIL. Padahal,   Sukabumi. Heri bercerita lika li-
                                             esoknya tinggal menyisakan hari   kunya hingga “terdampar” di Yog-
                                             pelantikan bagi para taruna yang   yakarta. Kepada Pak Kuspandi,
                                              dinyatakan lulus seleksi.      Heri  menyampaikan keinginannya
                                                                             untuk kuliah. Pak Kuspandi dan
                                               Bersama Heri, ada empat te-   Bimo menyarankan Heri kuliah di
                                               man lainnya yang bernasib     Universitas Kristen Duta Wacana.
                                                sama. Tak ada penjelasan apa   Namun, hanya jurusan manajemen
                                                pun mengapa Heri dipulang-   yang tersisa. Hampir semua kam-
                                                kan. Padahal, semua tahapan   pus di Yogyakarta sudah menutup
                                            seleksi dirasa sudah sangat baik ia   pendaftaran.
                                           lalui sampai akhir. Semangat hidup
                                           seakan runtuh. “Waktu itu, saya pu-  Heri pun mendaftar saat hari terak-
                                           tus asa,” katanya, singkat. Heri ma-  hir pendaftaran segera ditutup.
          tara, karena kedisiplinannya. Apa-  sih bingung ke mana ia akan pergi   Setelah diterima masuk di kampus
          lagi dari kecil saya diajarkan untuk   dan bagaimana menjelaskan semua   tersebut, Heri dan Yusuf tinggal
          disiplin dan mandiri,” ujar Heri.  ini pada kedua orangtuanya.     di rumah kos yang tarifnya hanya
                                                                             Rp100 ribu per tiga bulan. Bayar
          Saat mengikuti seleksi taruna di   Menjadi Politisi                kuliah pun cuma Rp600 ribu per
          Magelang, hasil Sipenmaru diu-                                     semester pertama yang sudah ter-
          mumkan. Dan Heri dinyatakan lu-  Heri masih menggenggam surat      masuk dengan uang sumbangan
          lus masuk ITB. Begitu juga di UN-  keputusan yang mengecewakan itu.   sukarela. Semuanya menggunakan
          PAR. Bahkan, banyak kampus lain   Bersama surat tersebut, ada pula   uang yang pernah dibekali ayahnya.
          menawari Heri untuk masuk men-   amplop coklat. Isinya uang Rp5.000
          jadi mahasiswanya, lantaran hasil   sebagai bekal ongkos pulang dari   Setelah resmi memulai perkuliahan,
          tes di UNPAR sangat baik. Karena   AKMIL. Hati masih terasa hampa.   barulah Heri mengabarkan kedua
          sedang mengikuti seleksi taruna di   Impian yang sejak SMA dicanang-  orangtuanya di Sukabumi. Terkejut
          Magelang, Heri pun tak menghirau-  kan, sirna sudah. Berlima dari   menerima kabar dari Heri, ayah dan
          kan pengumuman Sipenmaru itu. Ia   AKMIL, Heri memutuskan ke Yog-  ibunya segera bergegas menemui
          sedang fokus mengejar cita-citanya   yakarta dan singgah di Pasar Kem-  putra tercintanya itu di Yogyakarta.
          menjadi tentara. Hanya pasukan in-  bang. Seminggu pertama di Kota   Air mata tak kuasa berlinang mem-
          fantri yang terbayang dibenaknya.   Gudeg, hidup Heri tak terarah. Ke-  basahi pelupuk mata ibundanya.
                                           hidupan malam dan mabuk nyaris    Sedih mendengar cerita kegagal-
          Apalagi, kedua orangtuanya sudah   menjadi kesehariannya.          an sang anak yang mendambakan
          memberi restu. Sang ayah sebelum-                                  menjadi tentara. Heri pun mera-
          nya membekali uang Rp2 juta untuk   “Saya berlima stres. Sempat tak ka-  sakan kesedihan yang sama, seraya
          kebutuhan selama mengikuti selek-  ruan hidup di Jogja. Saya bi ngung   tertunduk lesu.
          si. Jumlah uang yang sangat besar   mau ke mana lagi setelah itu,”
          pada tahun 1988. Pemuda Heri     cerita Heri penuh tawa. Hari terus   Tapi kehadiran orangtuanya hari
          mampu melewati semua tahapan     berganti, perubahan pun perla-    itu  justru  menguatkan  tekad
          seleksi taruna di Magelang dengan   han menghampiri. Seperti sedang   pemuda Heri untuk segera bangkit
          baik. Sampailah tiba hari terakhir   dituntun takdirnya, Heri teringat   dari keterpurukan. Masa lalu keke-
          pengumuman. Semua calon taruna   pada kawan ayahnya yang tinggal   cewan sudah ia tinggalkan. Kini,
          menerima surat keputusan. Isi su-  di Yogyakarta bernama Kuspandi.   pemuda Heri manatap jalan baru,
          rat itu hanya mencantumkan kata   Bersama Yusuf, kawan dari AKMIL   menata hidupnya  kembali yang
          “Kembali” dan “Tidak Kembali”.   yang juga tak lulus, menemui Pak   sempat terserak. Ia bertekad bisa



          54 PARLEMENTARIA  EDISI 127 TH. XLV, 2015
   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59