Page 13 - MAJALAH 154
P. 13
masyarakat itu bukan angka yang mengganti 10 kali lipat dari dana yang
Ada korelasi antara ringan. Karena rata-rata partisipasi diterima, dan pada periode tersebut
tingkat nasional baru 60 persen. tidak boleh mencalonkan kandidat
tingkat partisipasi Tingkat partisipasi masyarakat 64,5 calon kepala daerah,. Hal ini diatur
masyarakat dengan persen, berarti ada beban KPU untuk dalam UU Pilkada.
mendorong lebih 10 persen supaya “Kemudian yang kedua berkenaan
kualitas Kepala Daerah mencapai 77 persen itu target dari kandidat yang hasil auditnya tidak
terpilih. Jika partisipasi KPU sekarang 77,5 persen,” dorong faktual. Kandidat boleh menerima
Lukman. sumbangan dari manapun, baik
masyarakat turun di Menurut Lukman, ada korelasi perorangan, perusahaan, parpol dan
bawah 50 persen, antara tingkat partisipasi masyarakat dirinya sendiri tapi harus seimbang
dengan kualitas Kepala Daerah dengan kekayaannya. Misalnya,
maka hasilnya akan terpilih. Jika partisipasi masyarakat kalau orang menyumbang Rp 1,5
diragukan. Bahkan, turun di bawah 50 persen, maka miliar, ternyata bayar pajak hanya
hasilnya akan diragukan. Bahkan, di Rp 250 ribu, itu kan tidak matching.
di banyak negara banyak negara malah pemilunya sampai Ini harus ada laporan pajaknya.
malah pemilunya diulang, karena minimnya partisipasi Kandidat itu dalam mengumpulkan
masyarakat. Kendati Indonesia belum dana kampanye harus jelas sumber
sampai diulang, karena
sampai ketentuan seperti itu, namun dan pertanggungjawabannya,” pesan
minimnya partisipasi Lukman melihat spiritnya menuju ke Lukman.
sana. Pengaturan pemilu diulang, baru Sementara untuk di hilirnya,
masyarakat. Kendati
kemudian Pemilu Presiden. Pemilu menyangkut pemilih yang dibayar
Indonesia belum Presiden dengan partisipasi di bawah untuk memilih kandidat tertentu.
50 persen maka dilakukan pemilihan Lukman memaparkan, misalnya suara
sampai ketentuan
berikutnya. rakyat dibeli seharga Rp 100 juta per
seperti itu, namun “Untuk memenuhi target partisipasi Tempat Pemungutan Suara (TPS),
Lukman melihat itu, semua pihak harus terlibat. DPR maka hal itu bisa diidentifikasi sebuah
memberi kewenangan itu tidak hanya tindakan terstruktur, sistematis dan
spiritnya menuju ke kepada KPU, Bawaslu, dan DKPP tapi masif (TSM). Tentunya, hal itu bisa
sana. Pengaturan juga Kepolisian, Kejaksaan Agung, menyebabkan diskualifikasi pada
Kementerian dan Lembaga yang kandidat. Terhadap kondisi itu, DPR
pemilu diulang, baru bersentuhan dengan urusan Pemilu, mendorong supaya ada tindakan-
kemudian Pemilu hingga Pemerintah Daerah. Karena tindakan tegas terhadap kandidat yang
ada pasal khusus tentang keterlibatan melakukan kecurangan itu.
Presiden. Pemilu Pemerintah Pusat dan Pemda dalam “Terstruktur itu menggunakan
Presiden dengan melakukan sosialisasi,” papar mantan struktur pemerintah, dengan
Ketua Pansus RUU Pemilu itu. membayar perangkat daerah.
partisipasi di bawah 50 Sedangkan sistematis, ada
persen maka dilakukan Hulu ke Hilir mekanismenya. Misalnya menyiapkan
Berbicara soal politik uang yang Rp 100 miliar dengan menyiapkan
pemilihan berikutnya. kerap menghantui dalam proses Rp 500 ribu per amplop. Lalu
pemilu, Lukman mengakui, hal itu menyebarkan koordinator lapangan
melakukan sosialisasi secara benar terjadi dari hulu sampai ke hilir. pada hari H. Masif itu merata
kepada masyarakat, baik soal tahapan Di hulunya, jelas Lukman, dengan semuanya, yang kemudian hasil dari
Pilkada, sanksi atau rambu-rambu yang membeli partai politik, yakni dengan suara itu signifikan berubah ketika
disusun terhadap pelanggaran maupun diaturnya anti mahar politik kepada terjadi politik uang. Kalau itu terjadi,
tingkat partisipasi masyarakat. parpol. Padahal sanksi dari tindakan si calon harus didiskualifikasi,” tutup
“Target 77,5 persen partisipasi ini sangatlah berat, yakni parpol harus politisi asal dapil Riau itu.n(tim)
Edisi : 154 TH. XLVII 2017 n PARLEMENTARIA | 13