Page 47 - MAJALAH 137
P. 47
jauh lebih tinggi daripada nilai sejarah.
Sedari kecil sebenarnya, ia sangat
menyukai ilmu-ilmu sosial. Bila
ditanya apa cita-citanya sewaktu
kecil? Dengan lugas ia menjawab, ingin
menjadi anggota dewan.
Dia terinspirasi dari tokoh Kalsel
dan pernah menjadi anggota MPR/
DPR. Keinginan menjadi politisi sudah
tertanam sejak usia belia. Setamat SD
tahun 1979 Syaifullah melanjutkan ke
SMPN 4 Amuntai, sekolah favorit di
kota yang dihuni anak-anak cerdas dan
berprestasi. Syaifullah adalah satu-
satunya anak desa yang bisa masuk
SMP itu. Banyak anak pejabat daerah
bersekolah di situ.
Foto: iwan armanias untuk sampai ke sekolah yang jaraknya
Setiap hari ia mengayuh sepeda
10 km. Aktivitas berorganisasi mulai
dilakoni Syaifullah kecil. Bahkan, ia
Perwakilan Siswa (MPS). Majelis inilah
Syaifullah Tamliha sebagai Wakil Ketua BSKAP DPR RI mewakili parlemen Indonesia pada pernah terpilih menjadi Ketua Majelis
pertemuan sidang parlemen dunia. yang memilih ketua OSIS waktu itu. Di
sinilah bakat menjadi anggota dewan
ke PPP, walau ia seorang PNS yang hingga ikan menggelembungkan terus dirintis. Setamat dari SMPN 4, ia
mestinya monoloyalitas. Karenanya, perutnya seperti bantal. Saat perutnya melanjutkan ke SMAN Amuntai.
sang ayah sering berpindah-pindah sudah menggelembung maksimal, Ketika di SMA, ia sempat ingin
tugas mengajar dan ditempatkan di barulah diinjak dengan keras, hingga memilih jurusan A3 (bidang so sial).
daerah-daerah terpencil. meledak seperti suara balon yang Tapi, kemudian sang guru mema-
Sementara ibundanya rajin sekali pecah. Begitulah sedikit kenangan rahinya dan meminta Syaifullah
berkebun dengan menanam pohon yang tersisa di masa kecil. mengambi jurusan A1 (bidang fisika),
buah-buahan. Hasilnya ia jual ke kota Mengawali pendidikan formalnya, karena nilai mata pelajaran eksaktanya
untuk sekadar membantu ekonomi Syaifullah kecil bersekolah di SDN sangat baik. Ia pun tunduk saja, walau
keluarga. Buah-buahan yang dijualnya Rajawali Amuntai. Karena tinggal di tak menyukainya. Kegemarannya
bergantung musim buah saat itu. Tapi dekat lingkungan sekolah, ia biasa berorganisasi terus berlanjut.
yang tak pernah ketinggalan, sang berjalan kaki yang jaraknya tak jauh. Syaifullah terpilih menjadi Ketua OSIS
ibu selalu menjual pisang manurun, Ruang kelas masih sederhana dengan untuk periode 1987-1988.
pisang khas Kalsel yang mengandung diding dari papan dan berlantaikan Segudang prestasi juga mulai
karbohidrat rendah. Cocok dikonsumsi tanah. Karena lingkungan yang sunyi, ditorehkan Syaifullah. Tercatat, ia
bagi pengidap diabetes. Bahkan, para siswa bisa belajar dengan baik. pernah masuk kelompok ilmiah remaja
hingga kini ibunda Syaifullah masih Ada kenangan yang tak terlupakan se-Kalimantan Selatan. Berbagai
berdagang pisang itu. Pisang yang juga Syaifullah. Bila ada mantri datang temuan ilmiah ia publikasikan.
sangat disukai Syaifullah. ke sekolah untuk memberi suntikan Misalnya, ia merilis temuan pengawet
Di kampungnya ada Sungai imunisasi kepada para siswa, ia dan tupai dan membuat cuka dari air
Balangan, sungai yang ketika airnya kawan-kawannya kerap menjebol kelapa. Syaifullah pun menjuarai
jernih selalu menjadi tempat favorit dinding kelas yang terbuat dari papan karya tulis ilmiah. Dia juga menjadi
bagi Syaifullah kecil untuk berenang itu untuk kabur. Mantri dahulu, Ketua Perkumpulan Filatelis Indonesia
bersama sahabat-sahabat kecilnya. hanya memiliki satu jarum suntik se-Kalimantan Selatan, Tengah, dan
Di sungai itu banyak ikan dan juga yang digunakan berkali-kali. Sehabis Timur.
buaya. Bahkan, ikan buntal yang menyuntik, jarum biasanya dicuci “Saya pernah dapat hadiah uang
sangat beracun hidup pula di Balangan. dengan air hangat sebelum menyuntik sebesar Rp25 ribu. Jumlah yang sangat
Karena tak hati-hati saat berenang, kembali ke pasien berikutnya. besar waktu itu dibanding uang saku
Syaifullah pernah digigit ikan buntal “Imunisasi sangat ditakuti. Jarum harian yang biasa saya terima sebesar
di kaki kanannya. Hingga kini, masih suntiknya hanya satu. Walau belum Rp150 per hari,” ungkap Syaifullah. Ia
menyisakan bercak hitam yang tak pernah diimunisasi, alhamdulillah saya juga rajin menulis opini di koran lokal,
hilang. belum pernah kena penyakit,” kenang Banjarmasin Post. Honornya Rp25
Dahulu, bila warga mendapati ikan Syaifullah, tersenyum. Saat sekolah, ribu per tulisan. Jumlah itu sudah
buntal, langsung dimatikan. Caranya, Syaifullah sangat menyukai pelajaran cukup untuk memenuhi kebutuhan
dengan menginjak perlahan-lahan sejarah. Tapi, nilai matematikanya hidupnya sendiri. Sejak SMA, remaja
PARLEMENTARIA l EDISI 137 TH. XLVI - 2016 l 47

