Page 49 - Stabilitas Edisi 216 Tahun 2025
P. 49
elaku industri asuransi di
Indonesia masih berada dalam
kebimbangan akibat kinerja
Pproduk asuransi kesehatan yang
masih tetap mengkhawatirkan dari waktu
ke waktu. Klaim asuransi kesehatan
terlihat terus meningkat sejalan dengan
terjadinya ledakan inflasi medis menjadi
tantangan yang tidak mudah di tengah
ketidakpastian ekonomi.
Di tengah situasi seperti itu, otoritas
dan pelaku industri mencoba mencari
jalan keluar dengan menginisiasi
tawaran penerapan pembagian risiko
(co-payment). Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) telah menelurkan Surat Edaran OJK
(SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang
Penyelenggaraan Produk Asuransi
Kesehatan.
Aturan baru tersebut sontak
mendapat perhatian publik, karena
berencana menerapkan pembagian risiko Kerjasama antar industri perasuransian
(co-payment) berupa porsi pembiayaan
kesehatan yang menjadi tanggung jawab dan industri kesehatan tujuannya
pemegang polis. Nantinya masyarakat untuk memastikan ketika satu industri
atau tertanggung atau peserta akan untung, counterpart-nya tidak rugi.
menanggung pembayaran tagihan paling
sedikit sebesar 10 persen dari total Harus membangun win win atau
pengajuan klaim rawat jalan atau rawat profit relationship.
inap di fasilitas kesehatan. Adapun batas
maksimum klaim sebesar Rp300 ribu per
pengajuan klaim rawat jalan dan Rp3 Yulius Bhayangkara, Ketua Umum DAI
juta per pengajuan klaim rawat inap.
Kemudian ada juga aturan
Coordination of Benefit (CoB) yang
memungkinkan koordinasi pembiayaan
Kesehatan apabila pelayanan kesehatan Indonesia. medis yang tinggi, dan berapa hal lain
dilakukan sesuai dengan skema JKN yang Namun demikian pelaku industri seperti kecukupan premi dan ekosistem
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. memandang bahwa aturan berbagi kesehatan yang belum memadai.
Saat kebijakan itu harus beban dalam ongkos medis adalah ”Jadi keputusan menundanya sudah
dipresentasikan di parlemen, karena sebuah praktik yang wajar di industri tepat karena salah satu isu yang perlu
telah menimbulkan polemik publik, asuransi dan biasa ditambahkan dalam diperhatikan di dalam masalah ini adalah
Komisi XI DPR RI memutuskan untuk polis. Nah untuk kasus di Indonesia POJK memang lebih kuat dibandingkan
menundanya. Ketua Komisi XI DPR kondisi itu dinilai menjadi sebuah SE. Jadi wajar nampaknya DPR
RI, Mukhamad Misbakhun, menilai kebutuhan. berharap seperti itu,” ujar Yulius.
kebijakan co-payment sebagaimana Menurut Yulius Bhayangkara, Ketua Dia mengakui bahwa perbaikan
tercantum dalam SEOJK tersebut memicu Umum Dewan Asuransi Indonesia yang menyeluruh untuk industri asuransi
pro dan kontra. Menurutnya, regulasi ini (DAI), dalam kasus asuransi kesehatan sangat dibutuhkan untuk mengembalikan
seharusnya dibahas lebih menyeluruh ada beberapa kondisi yang kini menjadi reputasi bisnis ini kembali seperti yang
bersama DPR, bukan hanya didasarkan perhatian. Di antaranya loss ratio yang diinginkan. Harus diakui memang
pada kajian eksternal seperti yang tinggi, perusahaan asuransi yang merugi ada praktik dari para pelaku layanan
dilakukan bersama LPEM FEB Universitas ketika menjual produk kesehatan, inflasi kesehatan yang membuat biaya
www.stabilitas.id Edisi 216 / 2025 / Th.XXI 49

