Page 73 - Membangun Kadaster Lengkap Indonesia
P. 73
15 15 15
1 14 1 14 1 14
2 13 2 13 2 13
3 12 3 12 3 12
4 11 4 11 4 11
5 10 5 10 5 10
6 9 6 9 6 9
7 8 7 8 7 8
Skenario (a) Skenario (b) Skenario (c)
Gambar 2. 21 Tiga Skenario Unit “Bidang Tanah” dan “Properti”
Sumber: (Steudler dkk., 2003)
2.2.7. Pengukuran dan Pemetaan Kadaster
Menurut Dale dan McLaughlin (1988), semakin renggangnya
hubungan masyarakat dan kemungkinan hilangnya pengetahuan
umum mengenai letak dan batas bidang tanah, maka diperlukan
sumber bukti lain dalam penentuan batas bidang tanah melalui suatu
teknik pengukuran dan pemetaan. Metode pengukuran dan pemetaan
paling sederhana adalah pengukuran jarak antar titik batas. Jika tanda
batas dipindahkan, maka tanda batas tersebut akan mudah dilacak
melalui pengukuran ulang jarak-jarak ini. Jika tidak terlalu banyak
titik yang rusak/hilang, dimungkinkan untuk merekonstruksi titik
batas ke posisi semula. Peningkatan lebih lanjut dilakukan dengan
mengukur sudut dan arah atau bearing.
Teknik dasar lain untuk menggambarkan letak titik-titik batas
bidang tanah adalah penggunaan representasi grafis bidang tanah
tersebut di atas kertas. Penggambarannya dapat dibuat dengan
melakukan delineasi bentuk, panjang, dan lebar bidang tanah
tanpa skala tertentu, namun tetap menjaga topologi geometrinya.
Teknik delineasi sering dikombinasikan dengan teknik pengukuran
di lapangan untuk memberikan gambaran dari bidang tanah pada
skala tertentu. Dalam kedua kasus tersebut, pemetaannya dapat
dibuat untuk setiap bidang tanah secara tersendiri atau dapat dalam
bentuk peta yang berisi semua bidang tanah di seluruh areal tertentu
misalnya satu desa dengan situasi sekitarnya. Dale & McLaughlin
(1988) menekankan pentingnya setiap pengukuran bidang tanah yang
dilakukan secara sporadis harus diikatkan dengan bidang-bidang
46 Membangun Kadaster Lengkap Indonesia
Dwi Budi Martono