Page 74 - Membangun Kadaster Lengkap Indonesia
P. 74
tanah yang bersebelahan. Namun, hal tersebut tidak selalu dilakukan
di Indonesia (Zevenbergen, 2002).
2.2.8. Tingkat Ketidakpastian dalam Kadaster Spasial
Ekonomi yang sukses bergantung pada administrasi pertanahan
yang andal dan didukung oleh sistem kadaster yang adekuat
(lihat Gambar II.17). Dalam konteks itulah, membangun kadaster
perlu dilakukan untuk menyediakan infrastruktur spasial yang
memungkinkan semua pihak yang berkepentingan dengan mudah
mengidentifikasi setiap bidang tanah termasuk semua jenis hak,
batasan, dan tanggung jawab yang melekat di atasnya (Grant dkk.,
2018). Selain memiliki komponen legal, sistem kadaster juga memiliki
komponen spasial. Komponen spasial mengatur representasi spasial
suatu batas kadaster yang seharusnya akurat (accurate), terjamin
(assured), dan resmi (authoritative) atau AAA (Williamson dkk.,
2012). Informasi AAA yang memiliki jejak audit dan terdokumentasi
dengan baik dan sah secara hukum merupakan kunci tata kelola
kadaster sebagai infrastruktur informasi pertanahan untuk berbagai
tujuan. Kriteria AAA tidak selalu harus akurasi, presisi, dan andal,
melainkan juga dapat dicapai melalui pendekatan yang tepat guna
(fit for purpose), terutama untuk tujuan pengambilan keputusan dan
pembentukan kebijakan berbasis spasial, baik di sektor pemerintahan,
bisnis, maupun masyarakat sipil. Secara spasial, kadaster memiliki
berbagai macam tingkat ketelitian atau ketidakpastian posisi
dalam penggambaran batas-batasnya (Bennett dkk. 2012). Tingkat
ketidakpastian posisi tersebut perlu didefinisikan mengingat
pengguna kadaster tidak selalu mengerti konsep batas kadaster
maupun koordinat geodetik sehingga berpotensi salah menafsirkan
informasinya. Peluang salah tafsir oleh pengguna akan mempengaruhi
tingkat kepercayaan atas hasil pengidentifikasian batas-batas bidang
tanah (Grant dkk. 2018).
Grant, dkk (2018) memberikan tingkatan level 0 sampai level 7
peringkat ketidakpastian sebagaimana terlihat dalam Tabel II. 3. Istilah
ketidakpastian yang dimaksud adalah tingkat “keraguan terhadap
kebenaran atau validitas suatu pengukuran atau hasil pengukuran
(misalnya koordinat)”. Istilah ini menggantikan “tingkat ketelitian”,
karena menurut Grant, dkk (2018) tingkat ketelitian mengacu deviasi
terhadap nilai yang sebenarnya, sedangkan nilai yang sebenarnya
BAB 2. 47
Kadaster, Pendaftaran Tanah, dan Administrasi Pertanahan