Page 49 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 49

Mochammad Tauchid

              No. 45; Stbl. 1863 No. 160; Stbl. 1875 No. 199 b; Stbl. 1878
              No. 281; dan Stbl. 1879 No. 279; dalam praktiknya selalu
              diberi jalan bagi pelanggar itu, dengan Undang-undang lain-
              nya yang dapat menjadikan “ontwetige occupatie” menjadi
              “wettig”, dengan menjadikan tanah itu menjadi tanah hak
              eigendom, opstal, atau tanah sewa lainnya yang melindungi
              pelanggaran. Dengan mempergunakan dasar bahwa penju-
              alan tanah itu diartikan sebagai pelepasan hak dan pengem-
              balian hak itu kepada Negara (jadi tidak menjual, katanya),
              maka dapatlah tindakan melanggar undang-undang itu dibe-
              narkan dengan istilah yang lain;
            5. dengan harga tanah yang murah itu, karena hanya dapat
              menjual kepada golongan bangsanya yang tidak mampu,
              dan eratnya hubungan para petani dengan tanahnya, yang
              merupakan hubungan batin (magisch-, religeus verband),
              maka sekalipun tanahnya sudah sangat sempit dan tidak
              lagi dapat memberi hidup padanya, bahkan hanya meru-
              pakan beban (meer last dan lust), - karena hak tanah itu
              disertai bermacam-macam kewajiban, tidak juga ringan
              untuk melepaskan tanahnya. Dengan memiliki tanahnya
              yang kecil itu, dia tidak dapat lagi hidup dari hasil tanah
              tersebut, maka terpaksa ia menjual tenaganya untuk men-
              cari upah sekedar menambah penghidupannya.
                Andaikata orang-orang diperkenankan menjual tanahnya
            kepada orang asing, maka dikhawatirkan akan habis tanahnya.
            Tetapi bukan ini yang penting, yang penting ialah, kalau para
            petani tersebut kehabisan tanahnya, maka dikhawatirkan akan
            muncul satu “barisan buruh” yang akan membahayakan bagi
            hidupnya perusahaan dan membahayakan juga bagi kedu-
            dukan pemerintah kolonial. Pemerintah kolonial tetap meng-

            28
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54