Page 50 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 50
Masalah Agraria di Indonesia
hendaki adanya tenaga penggarap yang murah, tetapi jiwanya
tetap “borjuis kecil” yang terikat oleh tanahnya yang dicintai-
nya, serta jiwa feodal yang masih kuat berakar. Hal ini dapat
dijadikan hambatan akan “proses proletariseering” di Indo-
nesia, yang perlu dipertahankan untuk keselamatan kaum
modal dan pemerintah Kolonial. Dengan sistem seperti ini,
maka terdapat banyak petani di Indonesia yang statusnya
setengah buruh dan setengah tani. Dengan cara seperti ini,
para petani tersebut tidak akan dapat memeperjuangkan nasib-
nya sebagai buruh dan juga tidak dapat lagi mendapatkan hasil
dari tanahnya, sebab keduanya tetap dalam kuasa pemerintah
kolonial.
Itulah sebabnya, maka Komisi Spit (th. 1930) diberi tugas
untuk mempelajari kemungkinan peninjauan politik yang
lama, berhubung dengan adanya desakan dari beberapa go-
longan agar orang asing (terutama Belanda Indo) diberikan
hak tanah dan dapat membeli tanah dari orang Indonesia.
Komisi ini memberikan pendapatnya bahwa politik yang lama
(Grondvervreemdingsverbod) itu harus dipertahankan. Dengan
alasan untuk melindungi rakyat Indonesia sebagai golongan
yang lemah ekonominya. Tetapi sebenarnya alasan di atas
itulah yang menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda harus
terus “membela” hak rakyat Indonesia.
Politik ini lebih disempurnakan lagi dengan tidak didiri-
kannya perindustrian yang besar-besar di sini, yang dapat
melahirkan kelas buruh yang sadar dan konsekuen dalam
perjuangannya, yang akan membahayakan kedudukan kaum
pemodal di sini. Hal ini harus dipertahankan supaya Indonesia
terus menjadi sumber bahan-bahan mentah yang berharga di
dunia dengan persediaan tenaga yang cukup besar dan murah.
29