Page 44 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 44
Masalah Agraria di Indonesia
1854 tentang tanah sangat tidak berdasarkan pengertian yang
dalam. Rencana V.D. Putte ialah agar semua tanah yang berupa
hutan belukar (woeste gronden) dijual saja kepada orang-
orang partikelir untuk mendapatkan uang dan juga untuk
diusahakan sebaik-baiknya. Pemerintah akan mendapat
keuntungan juga dari hasil pengusahaan tanah itu, sedang
rakyat Indonesia diberi hak agraris eigendom atas tanahnya.
Baru pada tahun 1870, rencana de Waal (Menteri Jaja-
han) tentang hukum agraria baru, sebagai kompromi dari dua
aliran itu diterima, dan lahirlah Agrarische Wet (biasa dika-
takan wet de Waal) 9 April 1870, dan kemudian lahir Agraris
Besluit (Algemeene Maatregel van Bestuur tanggal 20 Mei
1870 no. 15 Stbl. No. 118, diubah dan ditambah dengan Stbl.
1872 No. 116; 1874 No. 78; 1877 No. 196; dan 270; 1888 No.
78; 1893 No 151; 1895 No. 199; 1896 No. 140; 1904 No. 325;
1910 No. 185; 1912 No. 235; 1916 No. 647; dan 683 dan 1926
No. 231); yang memuat pernyataan hak negeri atas tanah yang
biasa disebut dengan Domeinverklaring. Seterusnya
melahirkan bermacam-macam Undang-undang tanah di In-
donesia untuk kepentingan menjamin modal partikelir teru-
tama modal partikelir Belanda. Domeinverklaring termuat
dalam pasal 1 dari Agraris Besluit (Stbl. 1870 No. 118), ber-
bunyi: “Semua tanah yang tidak ternyata dimiliki dengan
hak eigendom, adalah kepunyaan Negeri”.
Dengan pernyataan itu, maka semua tanah yang tidak dimi-
liki dengan hak eigendom adalah kepunyaan Negeri (Lands-
domein), yang berarti bahwa semua tanah yang dimiliki oleh
rakyat dengan nama hak apa saja, tetapi tidak dengan hak
“eigendom”, adalah kepunyaan Negeri.
Ada dua macam yang dinamakan tanah negeri itu, yaitu
23