Page 43 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 43
Mochammad Tauchid
oleh pemerintah. Bahaya kelaparan terjadi di daerah-da-
erah cultuurstelsel. Kematian rakyat meningkat tinggi. Bagi
Belanda, hal ini sangat menguntungkan sebab dapat meng-
hasilkan ratusan juta rupiah dalam waktu yang tidak lama.
Kesengsaraan, kelaparan, dan malapetaka hanya dibalas
dengan pernyataan hutang budi (eere schuld), sesudah dide-
sak oleh orang-orang yang beraliran etis di Negeri Belanda.
Demikianlah sistem feodalisme yang dijalankan oleh V.D.
Bosch dengan alat cultuurstelsel, yang menjadikan V.D. Bosch
sebagai raja baru. Memang caranya berbeda dari yang sebe-
lumnya, akan tetapi pada dasarnya sama yaitu menyengsa-
rakan rakyat.
II. Zaman Feodalisme Baru: Masa Sesudah Tahun 1870
Cara pemerasan langsung oleh kekuasaan pemerintah
Kolonial dengan cara-cara perbudakan di luar batas perike-
manusiaan seperti diuraikan di atas dipandang sudah tidak
sesuai lagi dengan zaman yang sopan. Di Negeri Belanda
sendiri timbul dua aliran. Pertama dari golongan Liberal yang
menghendaki cara yang baru, supaya pemerintah tidak lagi
menjalankan pemerasan dan penindasan yang langsung
seperti yang dijalankan oleh Cultuurstelsel dan sebelumnya.
Golongan ini mengusulkan agar diserahkan saja pekerjaan itu
kepada orang (modal) partikelir. Aliran yang kedua ialah go-
longan Konservatif yang mempertahankan cara-cara lama
yang terang-terang menguntungkan bagi Belanda.
Rencana Cultuurwet Fransen van de Putte (Menteri Ja-
jahan) pada tahun 1866 untuk mengubah hukum agraria di
Indonesia tidak diterima oleh Parlemen. Pengertian tentang
tanah serta hak-hak Rakyat atasnya sangat sedikit. Juga R.R.
22