Page 38 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 38

Masalah Agraria di Indonesia

                pancendiensten, janggolan, kuduran di Jawa, pajak kepala
                (sebagai gantinya heerendienst) di Yogyakarta (sekarang su-
                dah dihapuskan), pajak jalan di Sulawesi dan daerah-daerah
                lainnya di Indonesia Timur, rodi di Sumatera dan lain-lain
                tempat, pinontol sawang di Minahasa dan macam-macam
                lagi sebagai terusan heerendienst zaman kekuasaan raja-raja.
                Kemudian di Jawa disyahkan oleh Inl. Gemeente Ordonantie
                (Stbl. 1906 no. 83 yang berturut-turut diubah dan ditambah
                pada tahun 1910, 1913, dan 1919). Rodi yang ditetapkan
                umumnya 52 hari dalam 1 tahun, namun pada praktiknya sela-
                lu lebih karena tiap-tiap pegawai selalu meminta tenaga rakyat
                lagi hingga melebihi ketentuan waktu itu untuk kepentingan
                dan kehormatannya.
                    Masyarakat feodalisme merupakan wajah perbudakan
                dalam hal ekonomi, politik, dan sosial. Wajah perbudakan ini
                ditunjukkan dengan dikuasainya tanah oleh raja. Rakyat di-
                minta mengerjakan dengan kewajiban menyerahkan hasilnya
                kepada raja. Rakyat adalah alat untuk kekuasaan dan kehor-
                matan bagi yang berkuasa. Hukum dipegang oleh orang-orang
                yang berkuasa dan rakyat untuk raja.
                    Perbudakan ini diselubungi dengan kata-kata “manung-
                galing kawula-gusti” (persatuan antara raja dan rakyat), di
                mana raja dianggap atau menganggap dirinya sebagai wakil
                Tuhan di dunia. Raja dikatakan melindungi, sedang rakyat
                (diharuskan) mengabdi, sebagai bentuk pengabdiannya kepa-
                da Tuhan. Pemerasan adalah sebagai kewajiban bakti yang
                mempunyai arti lebih dalam, sebagai kewajiban batin yang
                harus dipenuhi. Rakyat tidak takut kepada hukuman dari Un-
                dang-undang, tetapi takut kepada “kutuk dan walat” dari
                kesaktian raja yang mahatahu.

                                                                    17
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43