Page 41 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 41
Mochammad Tauchid
yang tadinya sudah dibeli kembali, Raffles juga menarik sewa
tanah (landrente) atas dasar tafsiran bahwa semua tanah
yang ada di tangan rakyat adalah kepunyaan raja. Setelah
raja ditaklukkan, maka jatuhlah hak raja itu kepada keku-
asaan pemerintah yang baru. Karena itu, maka rakyat yang
mengerjakan tanah diharuskan membayar sewa (rent) beru-
pa uang yang besarnya kira-kira sesuai dengan kebiasaan
yang berlaku dalam menyerahkan hasil kepada raja dahulu.
Raffles menghapuskan sistem contingenten dan leverancien
dengan paksa dari rakyat yang dijalankan oleh V.O.C. dan
diteruskan oleh Daendels. Atas dasar teori di atas, maka
rakyat disuruh membayar landrente sebagai sewa tanah
raja (yang sudah diganti) yang dikerjakan rakyat. Landrente
(yang lalu dikatakan “pajak bumi”) berlaku di daerah-daerah
Jawa dan Madura, Sulawesi Selatan, Bali dan sebagian
Kalimantan (di lain-lain daerah tidak), berlaku sampai pada
akhir tahun 1950.
Pajak bumi ini sangat berat untuk rakyat karena jumlahnya
yang besar, juga tidak adanya tingkatan progesiviteit, dan
ditetapkan antara 5-10 tahun sekali. Karena beratnya, tidak
jarang para petani harus menjual tanahnya untuk memba-
yar pajak tanah tersebut.
Politik tanah yang dijalankan oleh Hindia Belanda sebagian
besar didasarkan atas teori Raffles tentang hak milik tanah
(domein theorie). Domein theorie Raffles itu sebagai hasil
dari penyelidikan satu komisi yang dibentuknya untuk
menyelidiki soal-soal penghidupan dan masalah sosial di
Jawa serta mengenai hukum adat terutama hubungannya
dengan hak milik tanah. Komisi-komisi itu dibentuk pada
tahun 1811 yang terdiri dari 9 anggota orang Inggris dan
20