Page 37 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
        P. 37
     Mochammad Tauchid
            Paduka”. Begitu juga di daerah-daerah lainnya di seluruh Indo-
            nesia, di mana raja-raja berkuasa dan memerintah, maka sega-
            la isi negerinya (terutama tanah) dianggap kepunyaan mutlak raja.
                Tanah kepunyaan raja diberikan kepada pegawai-pega-
            wainya yang dipercaya yang harus menyerahkan bakti. Tanah-
            tanah itu lalu dibagikan lagi kepada pegawai di bawahnya
            untuk seterusnya dikerjakan oleh rakyat tapi dengan beberapa
            keharusan:
            a. Menyerahkan Separo Hasilnya
                Sebagai kebiasaan, raja yang ditaklukkan harus mengan-
            tar upeti, yang dalam bahasa Jawa terkenal dengan nama bulu
            bekti (bulu=hasil, wulu wetu; bekti=bakti; bulu bekti = bakti
            berupa hasil bumi); ngaturaken bulu bekti, peni-peni raja peni,
            guru bakal guru dadi, glondong pengareng-areng (mengantar
            upeti, berupa buah-buahan yang lezat, barang dan bahan yang
            sudah jadi, bahan-bahan kayu yang masih glondongan dan
            yang sudah menjadi arang). Biasanya bulu bekti ini diteruskan
            dari raja-raja yang ditaklukan yang harus mengantar upeti
            kepada raja penakluk dan menyerahkan beban upeti itu kepada
            rakyatnya.
            b. Harus Bekerja untuk Raja dengan Cuma-cuma
                Hal ini harus dipenuhi sebagai kewajiban dan tanda bak-
            tinya kepada raja atau disebut dengan heerendienst. Heeren-
            dienst ini kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda disyah-
            kan sebagai kewajiban rakyat yang harus dilanjutkan yang ke-
            mudian diatur oleh Undang-undang. Selain heerendienst ma-
            sih ada kewajiban lain yang menjadi beban rakyat kepada raja
            (atau kaki tangannya). Kewajiban yang lain itu seperti adanya
            16
     	
