Page 83 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 83
Mochammad Tauchid
hanya 20 tahun dianggap terlalu pendek bagi perkembangan
modal besar. Setelah adanya Undang-undang hak erfpacht,
persewaan itu tidak lagi dipergunakan orang-orang yang ber-
modal besar.
Dengan Grondhuur Ordonnantie ini, maka onderneming
dapat jaminan dan bantuan dari pemerintah untuk menda-
patkan tanah dengan uang sewa yang murah. Dalam hal ini,
maka BB ambtenaren diwajibkan turut mengurus agar saat
terjadi persewaan antara rakyat dengan onderneming, pihak
pemerintah turut mengurus. Tetapi, turut campurnya peme-
rintah dalam urusan persewaan tanah ini malah berakibat
merugikan rakyat. Karena biasaannya, pihak pemerintah ber-
diri di pihak onderneming dalam menghadapi rakyat yang
akan menyewakan. Meskipun menurut teorinya persewaan
itu berdasarkan “suka rela” (vrije inhuur), namun praktiknya
seseorang “dipaksa harus menyewakan”. Selain itu, dengan
adanya sistem pemberian premi kepada lurah-lurah desa, juga
beberapa hal, terpaksa kaum tani yang miskin dan lemah eko-
nominya tidak dapat bertahan menghadapi pabrik dan tepaksa
menyerah kalah. Sistem premi mengakibatkan adanya “perin-
tah halus” dari pihak atasan yang umumnya lebih dekat dengan
pihak onderneming daripada dengan rakyat. Sebab, pengairan
sawah dikuasai oleh onderneming, hal ini juga yang tidak me-
mungkinnya para petani bertanam padi di sawahnya sendiri.
Bagaimanapun cintanya para pemilik sawah pada tanahnya
sendiri dan besarnya hasrat untuk menanami tanahnya sendi-
ri, apa boleh buat terpaksa mereka harus menerima uang sewa
yang cukup rendah atas tanahnya.
Di daerah lain, ada lagi hal yang tidak memungkinkan
seorang petani menanami sawahnya sendiri di dekat onderne-
62