Page 109 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 109

86    FX. Sumarja


            menjadi  ius constituendum  dalam rangka upaya  memenuhi
            kebutuhan masyarakat  yang  selalu berkembang. Berdasarkan
            uraian itulah, politik hukum merupakan proses pembentukan ius
            constituendum dari  ius constitutum dalam  rangka  menghadapi
            perubahan kehidupan masyarakat. Politik hukum mengarahkan
            dan menentukan  tujuan kehidupan bermasyarakat,  selanjutnya
            menentukan cara dan  sarana  untuk  mencapai  tujuan  kehidupan
            bermasyarakat. 124

                Berdasarkan  pendapat  yang dikemukakan  Soehino di atas,
            terlihat  dinamika hukum  baik  dalam bentuk  diubah maupun
            digantinya  suatu  hukum  (peraturan  perundang-undangan),
            dikarenakan adanya perubahan masyarakat.  Perlu diingat bahwa
                                                    125
            adanya  perubahan  atau  penggantian  hukum  tersebut  harus  tetap
            mengacu kepada  pencapaian  tujuan kehidupan bermasyarakat.



                hukum  posistif adalah  undang-undang  yang  berlaku dalam  suatu
                waktu  tertentu atau  sekarang  (what is), adapun  ius constituendum
                diartikan  sebagai  hukum  yang dibuat agar  berlaku di  masa  yang
                akan datang  (what should be),  dalam Moempoeni  Moelatingsih,
                Implementasi Asas-asas Hukum Tata Negara Menuju Perwujudan Ius
                Constituendum di Indonesia, pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar
                FH Undip, Semarang, 2003,  hlm. 5.
            124  Soehina, Politik Hukum di Indonesia, BPFE, Yogyakarta, 2009, hlm. 3.
                Pendapat Soehino ini kalau dikaji merupakan kelanjutan dari pendapat
                Teuku M Radhie, Padmo Wahyono, dan Sunaryati Hartono.
            125  Berkaitan  dengan  dinamika hukum ini, Moempoeni  Moelatingsih
                menyatakan:  tentunya  tiap-tiap orang yang  berasal dari  masyarakat
                yang berbeda  dan  tidak hidup  secara bersamaan  waktunya,  tidak
                memiliki penangkapan  inderawi yang sama terhadap  hukum positif
                yang berlaku di masyarakatnya sendiri. Tolok ukur yang dipergunakan
                oleh masyarakat  sekarang juga berbeda  dengan  tolok  ukur  yang
                dipakai oleh masyarakat di waktu yang lalu. Dalam masa  reformasi
                simbol-simbol hukum kelihatannya telah direduksi sedemikian rupa,
                sehingga  wajah hukum  positif  di  masa  reformasi  tampak berbeda
                dengan  wajah hukum  positif  di  masa  sebelumnya.  Ternyata harus
                diakui  bahwa hal  tersebut  sebenarnya juga menunjukkan  proses
                dinamika pertumbuhan hukum di masanya yakni masa reformasi dan
                sekaligus proses perwujudan ius constituendum masa reformasi, dalam
                Moempoeni Moelatingsih, Implementasi..., Op. Cit., hlm. 32-33.
   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114