Page 204 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 204
Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing 181
dan perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut”. Artinya
ketentuan Pasal 33 ayat (3) huruf d yang dihadapkan dengan tanah
yang telah diperuntukan bagi bangunan, rumah tinggal, atau pabrik
beserta tanah pekarangan sekitarnya dapat dengan mudah beralih
kepada pengusaha, dengan alasan telah mendapat persetujuan dari
pemiliknya. Ketentuan ini tampaknya ingin mengulang aturan-
aturan yang terdapat dalam Agrarische Wet 1870, tentang penyerahan
hak/ prijsgeving.
UU No. 22 Tahun 2001 tampak sekali memberikan prioritas
kepada usaha Migas dengan mengesampingkan kepentingan
sektor lain termasuk bidang sarana dan prasarana umum dan hak
masyarakat. Regulasi ini tidak saja merupakan pernyataan sepihak
dari sektor Migas, tetapi juga didukung oleh bidang pertanahan.
Salah satunya adalah UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (UU No. 2 Tahun
2012). Pasal 10 huruf (e) UU No. 2 Tahun 2012 menyatakan bahwa
pembangunan infrastruktur minyak, gas dan panas bumi merupakan
salah bentuk pembangunan kepentingan umum. Oleh karena
itu, UU No. 2 Tahun 2012 juga bisa digunakan untuk memfasilitasi
pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur Migas.
Kemudian terdapat beberapa undang-undang yang memberikan
peluang bagi badan usaha untuk mendapatkan tanah-tanah WNI
dengan cara-cara yang lebih halus, misalnya UU No. 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 30 Tahun 2009
tentang Ketenagalistrikan, UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman, dan UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun. Pada dasarnya undang-undang tersebut mengatur bahwa
untuk menjalankan usahanya, jika usahanya itu di atas tanah hak
harus diselesaikan terlebih dahulu menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, misalnya dengan jual-beli, penyerahan hak,
ataupun dengan ganti rugi.