Page 202 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 202

Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing  179


              riil/nyata, tunai, dan terang. Hak atas tanah itu telah beralih pada
              saat  dibuatkan  akta  jual  beli atau  risalah  lelang  dan  bukan  pada
              saat didaftarkan di Kantor Pertanahan, jika yang memperoleh hak
              itu  adalah  subjek  hak  yang  tidak  memenuhi  syarat  adalah  batal
              demi hukum sesuai ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA. Selain itu
              berdasarkan asas  lex superior   derogat   legi inferiori,  seharusnya
              Permennag/ Ka.BPN No. 9 Tahun 1999 tidak berlaku. Peraturan yang
              lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya.

                  Sebenarnya substansi penyederhanaan dan kemudahan dalam
              perolehan tanah tersebut telah  meniadakan  atau  mengingkari
              ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA, dan melanggar pasal 42 dan 45
              UUPA. Era  globalisasi  dengan  prinsip kebebasannya menuntut
              mekanisme  perolehan hak atas tanah yang lebih bebas  dan mudah
              seperti di atas, seolah-olah menjadi alasan pemaaf, apalagi didukung

              dengan adanya ketentuan PPJB.
                  Selain  ketentuan di  atas,  terdapat  beberapa  undang-undang
              yang memberikan kemudahan bagi badan  usaha mendapatkan
              tanah-tanah rakyat dengan “paksa” ataupun secara “halus”. Tentunya
              undang-undang yang demikian mengadung jiwa dan filosofi yang
              akan memperlemah aturan Pasal 26 ayat (2) UUPA. Misalnya UU

              No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU No. 22 Tahun
              2001), terhadap pemegang hak atas tanah untuk memberi izin kepada
              badan usaha atau bentuk usaha tetap melakukan kegiatan eksplorasi
              dan eksploitasi. Pasal 35 UU No. 22 Tahun 2001 telah menyatakan
              bahwa  pemegang hak  atas  tanah  diwajibkan mengizinkan badan
              usaha atau bentuk usaha tetap untuk melaksanakan eksplorasi dan
              eksploitasi  di atas  tanah  yang  bersangkutan, apabila:  a)  Sebelum

              kegiatan  dimulai,  terlebih dahulu  memperlihatkan  kontrak
              kerjasama atau salinannya yang sah, serta memberitahukan maksud
              dan  tempat  kegiatan  yang  akan  dilakukan;  b)  Dilakukan  terlebih
              dahulu penyelesaian atau jaminan penyelesaian yang disetujui oleh
   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206   207