Page 269 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 269
246 FX. Sumarja
Tabel 2 di atas menggambarkan bahwa pada awal mula
pemegang pemerintahan baik Presiden Soekarno maupun Presiden
Suharto menganggap bahwa urusan pertanahan atau agraria
bukanlah merupakan urusan strategis. Urusan pertanahan/agraria
cukup diselenggarakan oleh suatu lembaga di bawah Kementerian/
Departemen. Pada akhirnya kedua pemerintahan tersebut sama-
sama menyadari bahwa pertanahan atau agraria merupakan urusan
strategis sehingga ditangani oleh satu Kementerian/Departemen.
Lebih dari itu, pada masa akhir pemerintahan Presiden Suharto
urusan pertanahan/agraria ditangani oleh dua unit organisasi yang
kuat yaitu BPN untuk urusan pelayanan kepada masyarakat dan
Kantor Menteri Negara Agraria untuk urusan yang bersifat arahan
kebijakan, yang dijabat oleh satu orang dengan sebutan Menteri
Negara Agraria/Ka.BPN.
Pemerintahan masa reformasi menganggap urusan pertanahan/
agraria cukup ditangani oleh LPND, yaitu BPN, seperti organisasi
pertanahan/agraria pada Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet
Pembangunan V pada pemerintahan Presiden Suharto meskipun
urusan pertanahan atau agraria semakin hari semakin strategis dan
selalu meningkat kompleksitasnya. Pada waktu Kabinet Nasional
Indonesia semasa Presiden Abdurrachman Wahid tahun 1999
dengan serta merta Lembaga Menteri Negara Agraria dibubarkan.
Pembubaran Kementerian Negara Agraria dapat diartikan sebagai
memperlemah kemampuan institusi pertanahan/agraria. Kondisi
seperti ini berlanjut pada masa pemerintahan Presiden Megawati
(Kabinet Gotong-Royong). Presiden Megawati menerbitkan berbagai
Keputusan Presiden (Keppres) dan keputusan lainnya mengenai
dan/atau yang berpengaruh pada penyelenggaraan pertanahan/
agraria, dengan tujuan penyempurnaan melalui perubahan tugas
pokok dan misi, serta susunan organisasi BPN yang terlanjur salah
kaprah mengenai otonomi bidang pertanahan.