Page 160 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 160
Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
sultan sedangkan rakyat sebagai penggarapnya tidak mem-
punyai hak apa-apa atas tanah yang digarapnya.
Penguasaan tanah dengan sistem apanage kepada bang-
sawan dan pegawai kraton sebagai gaji itu menimbulkan
adanya dua lapisan sosial dalam masyarakat yaitu wong gedhe
dan wong cilik. Wong gedhe merupakan lapisan sosial yang
memiliki hak-hak istimewa dari keraton, di antaranya hak
memungut pajak dan hasil dari sebagian tanah lungguhnya.
Adapun wong cilik merupakan lapisan sosial di bawahnya
yang tidak memiliki hak-hak istimewa, mereka hanya
memiliki hak atas tanah sebagai hak penggarap dan pemakai.
Kekuasaan sultan atas tanah-tanah di wilayah kekuasa-
annya memungkinkan sultan mengatur sistem pemilikan dan
penggunaan tanah sesuai dengan kedudukan dan fungsinya,
di antaranya tanah keraton, tanah yang digunakan untuk
kepentingan umum, dan tanah yang diberikan kepada pen-
duduk. Pengaturan hak milik tanah Kasultanan Yogyakarta
diwujudkan dalam undang-undang, adat kebiasaan, praktik-
praktik yang mengatur hak dan kewajiban, serta hubungan
orang dengan tanah.
Dalam pengaturan sistem apanage, birokrat kerajaan me-
miliki posisi penting sebagai pengumpul pajak dan sebagian
hasil tanamannya. Di wilayah perkotaan ia menjadi perantara
wong gedhe (patuh) dan wong cilik (kawula dalem). Kekuasaannya
yang besar menjadikan lurah memiliki posisi yang strategis
dalam menerapkan penguasaan tanah di Kota Yogyakarta.
Kekuasaannya yang besar menjadikan lurah memiliki posisi
yang strategis dalam menerapkan penguasaan tanah di
perkotaan. Dengan demikian, patuh memiliki kekuasaan atas
141