Page 159 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 159
BAB V
KESIMPULAN
Sebelum abad XX, penguasaan dan pemilikan tanah di
Kota Yogyakarta bersifat feodal. Penguasaan tanah banyak
ditentukan dengan sistem lungguh (apanage). Dalam sistem
lungguh, tanah dimiliki dan dikuasai oleh sultan (vorsten
domein), sedangkan rakyat (kawula dalem) yang tinggal sebagai
penghuni tanah itu hanya memiliki hak menggarap (nggadhuh)
dan diwajibkan menyerahkan sebagian hasil garapannya.
Untuk mengawasi dan mengelola tanah kasultanan, sultan
memberikan kepercayaannya kepada kerabat sultan (sentana
dalem) dan para pegawai (priyayi) dengan status sebagai peng-
gaduh tanah sultan. Mereka itu disebut patuh, sedangkan
tanah yang dikuasakan kepada mereka disebut “tanah kepa-
tuhan”. Dengan haknya ini, para patuh diberi wewenang un-
tuk mengelola tanah yang dikuasakan kepadanya.
Dalam mengawasi tanah-tanah yang dikuasainya para
patuh menyerahkan hak-hak kekuasaannya kepada para
pembantu mereka. Para pembantu patuh ini disebut lurah.
Mereka memiliki kekuasaan yang besar atas tanah-tanah
140