Page 63 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 63
Nur Aini Setiawati
Kota Yogyakarta sebagai pusat kerajaan “masyarakatnya”
memiliki budaya feodal. Oleh karena itu, stratifikasi masya-
rakat Yogyakarta terbagi menjadi empat lapisan besar
berdasarkan hak atas tanah serta kewajiban mereka yaitu lapisan
pertama, sultan sebagai penguasa wilayah Kota Yogyakarta yang
tinggal di keraton, sedangkan lapisan kedua, terdiri atas kerabat
keraton atau bangsawan keturunan raja dan pejabat-pejabat
tinggi kerajaan, mereka mendapat tanah apanage. Kedua lapisan
29
itu yang disebut dengan wong gedhe. Selanjutnya, menyusul
lapisan ketiga yang merupakan golongan menengah yang terdiri
atas abdi dalem atau para priyayi, mereka mempunyai rumah
dan pekarangan sendiri. Akan tetapi, ada pula abdi dalem yang
tempat tinggalnya magersari yaitu mereka yang tidak memiliki
tanah atau pekarangan sendiri, tetapi memiliki rumah. Mereka
memiliki kerja wajib memelihara wilayah keraton. Lapisan
keempat, adalah lapisan bawah yang disebut dengan wong cilik
(kawula alit), rakyat jelata. Golongan ini memiliki jumlah yang
lebih besar daripada golongan atas dan menengah dan
merupakan golongan yang diperintah. Mereka tinggal di dekat
komunitas keraton. Lapisan bawah terdiri atas pekerja kerajinan,
yang merupakan pekerja tidak terdidik atau sedikit mendapat
latihan kerja di perusahaan kecil. Pada umumnya, mereka tidak
memiliki tanah atau pekarangan maupun rumah dan bertem-
pat tinggal di daerah pinggiran. Keadaan struktur masyarakat
30
29 Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan
Surakarta 1830-1920 (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1991), hlm. 33
30 Abdurrachman Surjomihardjo, Sejarah Perkembangan Sosial
Kota Yogyakarta 1880-1930 (Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia,
44