Page 210 - Prosiding Agraria
P. 210
Analisis Pemberdayaan Masyarakat dalam Penataan Akses Untuk Meningkatkan 195
Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah
setelah mengikuti program penataan akses reforma agraria secara kualitatif dan kuantitatif di Kabupaten Tegal.
Penelitian ini menggunakan Metode Mixed Methods of Concurrent Embedded, yaitu: menggabungkan antara
metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan memberikan bobot yang tidak sama. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: 1) Penataan akses di Desa Kasuben tahun I (pertama) sudah tepat walaupun masih pada
tahap pemetaan social namun terdapat potensi yang bisa dikembang, yaitu adanya Duku khas Kesuben dan
efek Pembangunan Pabrik Sepatu sehingga Masyarakat mulai membangun kos-kosan dengan menganggunkan
sertipikat tanah hasil penataan asset; 2) Sementara di Desa Dermasandi, penataan akses tahun kedua terfokus
pada kelompok pengolahan ikan, pada Lokasi tahun kedua tidak tepat karena peserta penataan akses merupakan
para pengusaha yang sudah berdaya dari sisi ekonomi dan terkesan dipilih hanya untuk memenuhi program
kerja kantor pertanahan; 3) Penataan akses tahun ketiga di Desa Buniwah terbukti efektif, di mana para peternak
kambing mengalami peningkatan kesejahteraan dengan kemampuan mengolah pakan ternak dan keamanan
ternak yang lebih baik. Meskipun kesejahteraan masyarakat Desa Buniwah meningkat dan termasuk kategori
tinggi, peningkatan ini lebih disebabkan oleh variabel pendapatan dan konsumsi, sementara variabel lain belum
menunjukkan perubahan signifikan.
Kata kunci: Pemberdayaan Masyarakat, Penataan Akses dan Kesejahteraaan Masyarakat
A. Pendahuluan
Reforma Agraria merupakan implementasi dari mandat Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI), Nomor IX/MPR/2001 tentang pembaruan agraria
dan pengelolaan sumberdaya alam. Dalam pasal 2 TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001
dijelaskan bahwa “Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan,
berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
sumberdaya agraria, yang dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan
hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia”. Penataan akses di
Indonesia sebenarnya sudah dilaksanakan melalui reforma agraria sejak tahun 1960, namun
kurang dapat dirasakan oleh masyarakat. Istilah penataan akses baru dimunculkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018.
Penataan akses adalah program pemberdayaan ekonomi subjek reforma agraria untuk
meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan tanah (Peraturan Presiden
Nomor 62 Tahun 2023). Jika dalam penataan aset lebih dititik beratkan pada redistribusi
tanah dan legalisasi aset, sementara dalam penataan akses lebih fokus bagaimana rakyat
mendapatkan manfaat dari penguasaan, penguasaan dan penggunaan tanahnya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa penataan akses merupakan tindaklanjut dari penguasaan,
pemilikan dari tanah yang telah didapatkan oleh rakyat, untuk diberdayakan secara ekonomi
menuju kemakmuran dan kesejahteraan.
Pelaksanaan penataan akses di Indonesia mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan Gugus Tugas
Reforma Agraria (GTRA) di tiap tahun berjalan. Petunjuk Pelaksanaan GTRA tersebut, menjelaskan
hal-hal terkait dengan potensi, kontribusi, kepentingan masyarakat dan kondisi wilayah, lokasi
pelaksanaannya. Penyusunan rencana didahului dengan memahami potensi dan keadaan
masyarakat, apabila tanah dan lingkungannya dimanfaatkan sesuai dengan kapabilitasnya, maka
dapat memberikan hasil yang maksimal (Kabanda, 2017). Potensi wilayah terdiri atas potensi