Page 93 - Prosiding Agraria
P. 93
78 STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Tanah yang sengaja tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya dalam jangka waktu tertentu
dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar. Hal ini mengacu pada ketentuan peraturan yang
ada, di mana tanah harus digunakan untuk kegiatan produktif seperti pertanian, pemukiman,
industri, atau penggunaan lain yang diizinkan oleh undang-undang. Pemerintah melalui
instansi terkait melakukan pemantauan dan penilaian terhadap tanah-tanah yang terindikasi
tidak dimanfaatkan. Jika ditemukan bahwa tanah tersebut tidak digunakan secara optimal,
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional berhak mengeluarkan
penetapan tanah terlantar. Penetapan tanah terlantar membawa dampak signifikan terhadap
hak kepemilikan tanah. Pemilik tanah yang tanahnya dinyatakan terlantar akan kehilangan
hak atas tanah tersebut. Akibat hukum setelah penetapan tanah terlantar, pemegang hak atas
tanah putus hubungan hukum dengan tanahnya, kemudian tanah tersebut kembali menjadi
tanah negara (Ramadhan et al., 2022).
Badan Pertanahan Nasional (BPN) mencatat bahwa di Indonesia terdapat sekitar 1,2
juta hektare lahan yang terlantarkan. Mayoritas dari tanah tersebut adalah Hak Guna Usaha
(HGU) dengan luas mencapai 1,19 juta hektar, terdiri dari 1.172 bidang. Selain itu, ada juga
tanah terlantar dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 67.605 hektar atau sekitar
3.113 bidang. Sedangkan tanah dengan status Hak Pakai (HP) memiliki luas terlantar sebesar
6.043 hektar dengan 18 bidang. Namun, hanya sekitar 89.869 hektare tanah yang secara
resmi telah ditetapkan sebagai tanah terlantar. Sebagian besar dari tanah tersebut, sekitar
226 ribu hektare, telah dimanfaatkan dan tidak lagi masuk dalam basis data tanah terlantar.
Kondisi keadaan tanah terlantar dengan besarnya kerugian yang ditimbulkan berpotensi pada
menurunnya daya guna lahan, maka diperlukan solusi yang tepat, yakni melalui kelembagaan
Reforma Agraria (Sinjar et al., 2023).
Tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar oleh pemerintah dapat menjadi
tanah cadangan untuk negara. Fauzie Kemal Ismail dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa tanah terlantar perlu ditertibkan agar tanah tersebut dapat ditata kembali, dapat
dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat dan negara. Ditegaskan
bahwa tidak hanya ditertibkan tapi perlu juga dilakukan pendayagunaan tanah untuk tanah
cadangan umum negara (Ismail, 2013).
Tanah cadangan untuk negara yang berasal dari tanah terlantar akan disalurkan untuk
berbagai keperluan yang mendukung kepentingan masyarakat, melalui reforma agraria, proyek
strategis nasional, bank tanah, dan cadangan negara lainnya. Pengaturan mengenai reforma
agraria terbaru di Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang
Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria. Reforma agraria bertujuan untuk mengurangi
ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah, menciptakan sumber kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat yang berbasis. Pada Peraturan Presiden ini disebutkan bahwa
Tanah Objek Reforma Agraria dari non kawasan hutan salah satunya adalah Tanah Negara
bekas tanah terlantar.