Page 95 - Prosiding Agraria
P. 95
80 STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Dalam konsepsi hukum tanah nasional Indonesia, prinsip utama yang dipegang adalah
bahwa semua tanah di negara ini adalah milik bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa tanah
merupakan aset yang dimiliki secara kolektif oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemahaman ini
tercermin dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa tanah dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini melahirkan Hak Bangsa Indonesia atas tanah
yang ada di seluruh wilayah Indonesia.
Penguasaan tanah diatur dan dipimpin oleh negara sebagai organisasi kekuasaan
rakyat. Dalam konteks ini, negara berfungsi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang
bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemanfaatan tanah secara efisien dan berkelanjutan.
Penguasaan tanah oleh negara bukanlah untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu,
tetapi untuk kepentingan bersama masyarakat. Namun, penting untuk dicatat bahwa negara
adalah penguasa bukan pemilik tanah. Ini berarti bahwa negara memiliki kewajiban untuk
mengelola tanah dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan nasional
secara keseluruhan. Penguasaan tanah oleh negara haruslah mewujudkan kesejahteraan bagi
bangsa Indonesia, dengan memastikan bahwa tanah digunakan secara adil dan berkelanjutan
untuk kepentingan pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat(Harsono, 2018). Dengan
demikian, penguasaan tanah oleh negara haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan,
keberlanjutan, dan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum. Ini
akan membantu memastikan bahwa pengelolaan tanah dapat memberikan manfaat yang
maksimal bagi seluruh rakyat Indonesia, serta mendukung pembangunan nasional yang
berkelanjutan dan inklusif.
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) di Indonesia telah menjadi landasan hukum
yang penting dalam regulasi kepemilikan tanah dan pemanfaatannya. Salah satu aspek kunci
dari UUPA adalah pengakuan terhadap konsep “fungsi sosial” dalam pasal-pasalnya, yang
memberikan arahan tentang tanggung jawab sosial dalam kepemilikan dan penggunaan
tanah. Konsep “fungsi sosial” pertama kali diakui secara eksplisit dalam Pasal 6 UUPA.
Pasal ini menegaskan bahwa setiap hak atas tanah harus memenuhi fungsi sosialnya yang
diakui dan dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan tanah, serta
mencapai pemerataan dan keadilan sosial. Dengan kata lain, kepemilikan tanah bukanlah
semata-mata tentang hak individu untuk menguasai dan memanfaatkan tanah, tetapi juga
tentang tanggung jawab pemiliknya untuk memastikan bahwa tanah tersebut memberikan
manfaat yang maksimal bagi masyarakat secara keseluruhan.
Pentingnya konsep ini terletak pada pemahaman bahwa tanah merupakan sumber daya
alam yang langka dan penting bagi kelangsungan hidup manusia serta pembangunan sosial
dan ekonomi. Oleh karena itu, tidak hanya hak milik, tetapi semua hak atas tanah memiliki
fungsi sosial yang harus dipertimbangkan dalam setiap tindakan yang berkaitan dengan tanah
tersebut. Ini berarti bahwa penggunaan tanah tidak boleh semata-mata untuk kepentingan
pribadi, terutama jika hal itu merugikan kepentingan umum atau masyarakat luas.