Page 98 - Prosiding Agraria
P. 98

Kepastian Pemanfaatan Tanah Terlantar untuk   83
                                                                                   Percepatan Reforma Agraria

                  Proses penetapan tanah terlantar dilakukan melalui pengumpulan data mengenai tanah
             yang dicurigai sebagai tanah terlantar, yang meliputi data tekstual dan data spasial. Data
             tekstual mencakup nama dan alamat pemegang hak, nomor dan tanggal keputusan pemberian

             hak, nomor, tanggal dan masa berlaku sertifikat, lokasi tanah, luas tanah, penggunaan tanah,
             dan luas tanah yang terindikasi terlantar. Data spasial adalah data grafis berupa peta yang
             mencantumkan koordinat posisi bidang tanah yang terindikasi terlantar. BPN menentukan
             target tanah yang terindikasi  terlantar dengan  mempertimbangkan durasi tanah tersebut
             ditelantarkan dan/atau luas tanah yang terindikasi terlantar.


                  Pemegang hak akan menerima peringatan. Jika peringatan pertama diabaikan, Kepala
             Kantor Wilayah Pertanahan mengirimkan peringatan tertulis kedua dengan jangka waktu
             yang sama seperti peringatan pertama. Jika peringatan kedua juga diabaikan, Kepala Kantor
             Wilayah akan mengirimkan peringatan tertulis ketiga dengan jangka waktu yang sama seperti
             peringatan  kedua. Jika  pemegang  hak  tetap  tidak menindaklanjuti  peringatan  tersebut,

             Kepala Kantor Wilayah akan mengusulkan kepada Kepala BPN Republik Indonesia untuk
             menetapkan tanah tersebut sebagai tanah terlantar.

                  Kepala BPN Republik Indonesia kemudian menetapkan tanah tersebut sebagai tanah
             terlantar. Dalam penetapannya, hak atas tanah tersebut dihapus dan hubungan hukum antara
             tanah dan pemegang  hak diputus, serta tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah  negara,

             yaitu  tanah yang  langsung  dikuasai  oleh negara.  Jadi  dapat  dikatakan bahwa kedudukan
             tanah terlantar akhirnya menjadi tanah negara yang selanjutnya dapat diserahkan kepada
             subyek lain untuk segera diberdayakan atau diusahakan kembali. Kewenangan penertiban

             tanah terlantar merupakan kewenangan delegasi daripemerintah (Presiden) kepada Badan
             Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Ketentuan ini tersirat dalam Pasal 11 ayat (1) PP No.
             20 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa: “Inventarisasi tanah terindikasi telantar dilaksanakan
             oleh Kantor Pertanahan.”(Irawan et al., 2023).

                  Terhadap tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar, tanah tersebut akan beralih
             status menjadi Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN). Tanah Cadangan Umum Negara,

             yang selanjutnya disingkat TCUN, adalah tanah yang sudah diakui sebagai tanah terlantar
             dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Status ini menandakan
             bahwa tanah tersebut sepenuhnya berada di bawah kendali negara dan diatur sesuai dengan
             ketentuan  yang berlaku. Setelah  tanah  tersebut berubah  status menjadi  TCUN, langkah

             berikutnya adalah proses pendayagunaan. Pendayagunaan adalah upaya pengusahaan dan
             penataan kembali tanah tersebut dengan tujuan agar tanah tersebut dapat mendatangkan
             hasil dan manfaat yang optimal bagi kepentingan masyarakat dan negara. Pendayagunaan
             ini sangat penting karena memastikan bahwa tanah yang sebelumnya tidak dimanfaatkan

             atau dibiarkan terlantar kini dapat memberikan kontribusi signifikan dalam berbagai aspek
             kehidupan masyarakat  dan mendukung  pembangunan negara. Sesuai  dengan Peraturan
             Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 20 Tahun 2021
             tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, TCUN akan digunakan
   93   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103