Page 102 - Prosiding Agraria
P. 102

Kepastian Pemanfaatan Tanah Terlantar untuk   87
                                                                                   Percepatan Reforma Agraria

                  2.  Peraturan tersebut diumumkan kepada publik;
                  3.  Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem;
                  4.  Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum;

                  5.  Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan;
                  6.  Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan;
                  7.  Tidak boleh sering diubah-ubah;
                  8.  Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari (Nur, 2023).

                  Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa pendayagunaan tanah untuk reforma agraria bisa

             dilakukan langsung melalui program reforma agraria atau melalui Bank Tanah. Kedua jalur
             ini  memiliki peran penting dalam  mencapai tujuan redistribusi tanah dan  meningkatkan
             kesejahteraan masyarakat, namun sering kali terjadi ketidakjelasan mengenai mekanisme
             pemanfaatan  tanah  terlantar. Tanah  terlantar,  yang seharusnya  bisa  dimanfaatkan secara
             optimal  untuk  kepentingan  masyarakat,  kadang-kadang terjebak  dalam tumpang tindih

             kewenangan antara program reforma agraria dan Bank Tanah.

                  Ketidakjelasan ini menyebabkan kebingungan  di lapangan  dan  dapat menghambat
             proses pendistribusian tanah kepada mereka yang membutuhkan. Dalam konteks reforma
             agraria, ketidakpastian mengenai apakah tanah terlantar akan dikelola langsung oleh program
             reforma agraria atau oleh Bank Tanah dapat mengakibatkan dua hal: perebutan kekuasaan

             antar lembaga atau malah tidak ada pihak yang bertindak tegas dalam pengelolaan tanah
             tersebut. Kedua situasi ini sangat merugikan karena menghambat tujuan utama dari reforma
             agraria itu  sendiri,  yaitu  pemerataan kepemilikan  tanah  dan  peningkatan kesejahteraan

             masyarakat.
                  Jika kita melihat jumlah  alokasi  tanah  pada bank  tanah  untuk  reforma  agraria  yang

             hanya mencapai 30%,  sementara 70%  sisanya digunakan  untuk  proyek yang mendukung
             pertumbuhan ekonomi, alokasi ini tampak kurang memadai untuk mencapai tujuan sosial
             dan ekonomi yang diinginkan. Proyek-proyek besar memang penting untuk pertumbuhan
             ekonomi nasional, namun reforma agraria memiliki peran krusial dalam mendistribusikan

             hasil pertumbuhan tersebut secara lebih merata. Oleh karena itu, alokasi tanah yang tersedia
             sebaiknya langsung diberikan pada program reforma agraria. Dengan demikian, tanah-tanah
             terlantar bisa segera dimanfaatkan oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Langkah
             ini tidak hanya akan mempercepat proses redistribusi tanah, tetapi juga memastikan bahwa

             tanah yang dialokasikan benar-benar memberikan manfaat langsung  kepada masyarakat,
             terutama mereka yang berada di lapisan ekonomi bawah dan marginal.

                  Pemberian alokasi tanah langsung pada program reforma agraria juga akan memperkuat
             kejelasan kewenangan dan mengurangi potensi konflik antar lembaga. Dengan kewenangan
             yang lebih terfokus dan jelas, program reforma agraria bisa berjalan lebih efektif dan efisien,

             memberikan  dampak  positif  yang  lebih  besar  bagi  pemerataan  kepemilikan  tanah  dan
             peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107