Page 97 - Prosiding Agraria
P. 97
82 STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
atau sifat dan tujuan haknya. Tanah yang sudah ada hak atas tanah berarti tanah tersebut
telah memiliki sertifikat hak atas tanah yang sah, baik Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, Hak Pakai, atau Hak Pengelolaan. Ketika tanah tidak diusahakan, tidak
dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan, ini berarti tanah tersebut tidak digunakan untuk
kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, atau kegiatan produktif lainnya. Selain itu,
tanah tersebut juga tidak memiliki bangunan atau infrastruktur yang berdiri di atasnya, dan
tidak memberikan manfaat ekonomi, sosial, atau lingkungan bagi masyarakat (Fatihah, 2023).
Pancasila terutama Sila ke 5 menyebutkan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
indonesia” juga terkandung makna agar dalam mengelola seluruh wilayah Indonesia harus
dapat merasakan adanya keadilan hak atas tanah. Penertiban tanah terlantar yang berbasis
keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung makna adil terhadap sesama
yang dijiwai oleh adil terhadap diri sendiri, adil terhadap Tuhan, dan adil terhadap orang lain
yang berada dalam suatu kelompok yang menjadi warga Negara Indonesia (Marfungah et al.,
2022).
Objek penertiban Tanah Terlantar mencakup berbagai jenis tanah, termasuk tanah
dengan hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, Hak Pengelolaan, dan
tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah. Tanah dengan hak milik
menjadi objek penertiban jika dengan sengaja tidak digunakan, tidak dimanfaatkan, dan/
atau tidak dipelihara, sehingga tanah tersebut dikuasai oleh masyarakat dan menjadi wilayah
perkampungan, dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 tahun tanpa adanya
hubungan hukum dengan pemegang hak, atau fungsi sosial hak atas tanah tidak terpenuhi,
baik pemegang hak masih ada maupun sudah tidak ada.
Selain itu, tanah dengan hak guna bangunan, hak pakai, dan Hak Pengelolaan juga
menjadi objek penertiban jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan,
tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak
diterbitkannya hak tersebut. Tanah dengan hak guna usaha menjadi objek penertiban jika
dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan dalam
jangka waktu dua tahun sejak haknya diterbitkan (Wahyudy et al., 2022).
Tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar akan menyebabkan hak atas tanah
tersebut otomatis hapus demi hukum. Penghapusan hak ini berarti terjadi peralihan hak atas
tanah yang semula dimiliki oleh individu, sekelompok orang, atau badan hukum, menjadi
tanah negara. Sebagai regulator pertanahan di Indonesia, negara kemudian memiliki
wewenang penuh untuk mengelola tanah tersebut. Peralihan ini bertujuan agar tanah yang
sebelumnya tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dapat dikelola dan digunakan
sesuai dengan tujuan dan fungsi yang diharapkan, memastikan bahwa tanah tersebut
memberikan manfaat optimal bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian,
negara dapat memastikan bahwa semua tanah di Indonesia digunakan secara efektif dan
efisien, sesuai dengan peraturan dan kepentingan publik (Zarbiyani & Sudiro, 2023).