Page 101 - Prosiding Agraria
P. 101
86 STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Manajemen Bank Tanah berhubungan dengan bagaimana perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan kegiatan serta pengawasan terhadap kegiatan Bank Tanah dalam mewujudkan
tujuan Bank Tanah. Didukung oleh regulasi yang memadai dan kelembagaan yang kuat,
manajemen Bank Tanah pada akhirnya bisa mewujudkan enam fungsi Bank Tanah, yaitu
penghimpun tanah (land keeper); sebagai pengaman tanah (land warrantee); sebagai
pengendali penguasaan tanah (land purchase); sebagai pengelola tanah (land management);
sebagai penilai tanah (land appraisal); dan sebagai penyalur tanah (land distributor) (Tejawati,
2022).
Bank Tanah memiliki peran krusial dalam menjamin ketersediaan tanah demi tercapainya
ekonomi yang berkeadilan, dengan kewenangannya mencakup kepentingan umum,
kepentingan sosial, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan
reforma agraria. Dalam konteks reforma agraria, Bank Tanah bertugas memastikan bahwa
tanah tersedia untuk redistribusi kepada masyarakat yang membutuhkan, yang melibatkan
kegiatan penyediaan dan pembagian tanah kepada kementerian/lembaga, pemerintah
daerah, organisasi sosial dan keagamaan, serta masyarakat yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat. Menurut Pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank
Tanah, dukungan terhadap reforma agraria diwujudkan dengan menjamin penyediaan tanah
untuk redistribusi, dimana setidaknya 30% dari tanah negara yang diperuntukkan bagi Bank
Tanah dialokasikan untuk keperluan ini. Mandat khusus ini penting untuk memperbaiki
ketimpangan dalam penguasaan tanah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
distribusi tanah yang lebih merata (Pandamdari, 2023).
Kepastian merujuk pada kondisi yang pasti dan ketentuan yang jelas. Hukum pada
hakikatnya haruslah jelas dan adil. Kedua hal ini penting karena hukum sebagai panduan
perilaku harus mendukung tatanan yang dianggap wajar. Hanya dengan adanya keadilan dan
kepastian tersebut, fungsi hukum dapat berjalan dengan baik.Kepastian hukum merupakan
pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologi. Kepastian mencakup
beberapa konsep, seperti kejelasan, ketiadaan multitafsir, konsistensi, dan kemampuan
untuk dilaksanakan. Hukum harus diterapkan dengan tegas dalam masyarakat, dengan cara
yang mudah dipahami sehingga dapat dipahami oleh siapa pun. Hukum satu dengan yang
lain tidak boleh bertentangan, agar tidak menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat.
Kepastian hukum mengacu pada penerapan hukum yang jelas, konsisten, dan konsekuen,
yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor subjektif. Pentingnya kepastian hukum sesuai
dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga, yang menyatakan
bahwa setiap individu memiliki hak atas pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil, serta perlakuan yang sama di mata hukum (Saragih, 2023). Lon Fuller dalam
bukunya The Morality of Law mengajukan 8 (delapan) asas yang harus dipenuhi oleh hukum
dalam rangka memenuhi kepastian hukum. Asas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan putusan
putusan sesat untuk hal-hal tertentu;